Jakarta
–
Pemerintah tengah bersiap membuka kembali program tax amnesty atau pengampunan pajak jilid III. Hal ini ditandai dengan rancangan undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025 yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Martin Manurung mengatakan pihaknya mengupayakan agar RUU yang masuk dalam prioritas itu bisa dapat diselesaikan dalam satu tahun ke depan. Untuk itu, pihaknya akan membentuk panitia kerja (panja).
“Jadi kalau Baleg itu kan menerima usulan dari setiap komisi. Dari Komisi XI itu ada pengampunan pajak. Nah mengapa dan apa isinya nanti Komisi XI yang membahas. Kami hanya mensikronisasi nanti kalau mereka sudah selesai,” kata Martin saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, (19/11/2024).
Martin menjelaskan RUU Pengampunan Pajak tersebut telah masuk dalam daftar RUU yang panjang (long list). Kemudian Komisi XI meminta RUU Tax Amnesty menjadi prioritas.
“Itu sudah ada di long list. Kemudian dalam pembahasan, Komisi XI meminta itu menjadi prioritas. Jadi silahkan tanya ke Komisi XI saja,” jelas Martin.
Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan Badan Legislasi (Baleg) DPR secara mendadak memasukkan RUU tersebut dalam long list. Untuk itu, Komisi XI berinisiatif memasukkannya sebagai RUU prioritas Komisi XI.
“Sebagai Ketua Komisi XI yang selama ini bermitra dengan Menteri Keuangan, yang di dalamnya itu ada Direktorat Jenderal Pajak, maka Komisi XI berinisiatif untuk kemudian mengusulkan itu menjadi prioritas di 2025,” kata Misbakhun saat ditemui di Kementerian PPN/Bappenas.
Misbakhun menyebut RUU Pengampunan Pajak kemungkinan besar akan mulai dibahas bersama pemerintah pada tahun depan. Terkait sektor-sektor apa saja yang diberikan pengampunan, sejauh ini belum dibicarakan.
“Sektor apa saja yang akan dicakup di dalam tax amnesty itu, tax amnesty itu meliputi perlindungan apa saja, sektor apa saja, ya nanti kita bicarakan sama pemerintah,” ucapnya.
Terkait komitmen pemerintah yang sempat menyatakan tidak akan ada lagi tax amnesty, Misbakhun mengingatkan bahwa ini adalah pemerintahan yang baru di bawah Presiden Prabowo Subianto.
“Pemerintahan ini adalah pemerintahan yang baru, ya kan, pemerintahan yang baru. Visi-misi pemerintahan yang baru tentu kita harus amankan. Kalau memang ada tax amnesty, ya kita harus ada,” jelas Misbakhun.
Program tax amnesty pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 2016 dengan klaim hanya dilakukan satu kali. Nyatanya, pemerintah kembali membuka program tax amnesty jilid II atau dikenal Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 2022 dan akan berlangsung jilid III.
“Kita tetap berusaha melakukan pembinaan untuk wajib pajak itu tetap patuh, tapi pada saat yang sama kita juga harus memberikan peluang terhadap kesalahan-kesalahan yang masa lalu untuk diberikan sebuah program, jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni. Maka amnesty ini salah satu jalan keluar,” ucap Misbakhun.
(kil/kil)