Liputan6.com, Jakarta Revisi Undang-Undang TNI atau RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menuai polemik.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah pasal karet dalam Pasal 47 ayat (2), yang terkait pengisian jabatan di kementerian atau lembaga.
Menanggapi kritik tersebut, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menyatakan atauran tugas prajurit sudah diatur dalam Undang-Undang TNI Nomor 34 tahun 20024, yakni prajurit memiliki tugas Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
“Dalam operasi militer selain perang, pasal 14a semuanya itu sudah terjabarkan di situ tugas TNI, mulai dari mengatasi pemberontakan, mengatasi separatis, mengatasi teroris, membantu pemerintahan daerah, membantu Polri, rescue, kemudian juga mengamankan presiden dan wakil presiden dan keluarganya dan mengamankan tamu negara setingkat presiden,” kata Agus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Menurut dia, tugas TNI sudah diatur semua dan berharap masyarakat paham.
“Saya rasa itu tugas-tugas TNI yang harus dipahami oleh masyarakat, itu udah sesuai dengan undang-undang,” kata Agus.
Sebelumnya, menjawab soal kekhawatiran kembalinya dwifungsi ABRI. Panglima TNI Agus Subiyanto angkat bicara mengenai hal tersebut.
“Sekarang bukan dwifungsi ABRI lagi, multifungsi ABRI semuanya kita,” kata Agus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Agus menyebutkan bagaimana TNI turun tangan di segala bidang, salah satunya saat bencana. “Ada bencana kita di situ ya kan. Jadi jangan berpikir seperti itu,” kata dia.
Agus menilai dwifunsi ataupun multifungsi ABRI/TNI dilakukan demi kebaikan bangsa dan negara.
“Sekarang di Papua yang ngajar itu anggota saya, TNI. Kemudian pelayanan kesehatan anggota saya, terus kalian mau nyebut dwifungsi ABRI atau multifungsi? Kita jangan berpikir seperti itu ya, kita untuk kebaikan negara ini,” pungkasnya.
Tak Perlu Khawatir Dwifungsi
Anggota Komisi I DPR Bobby Rizaldi menilai, ketakutan kembalinya dwifungsi ABRI seiring Revisi UU TNI tak akan terjadi.
“Tidak perlu kekuatiran stigma negatif dwifungsi zaman orba, dimana struktur organisasi militer menduplikasi organisasi pemerintahan yang berakibat masuk dalam seluruh aspek sospol. Dengan adanya Undang-Undang 34 Tahun 2004 TNI, ini sudah selesai,” kata Bobby saat dikonfirmasi, Jumat (7/6/2024).
Politikus Golkar itu mengklaim, jabatan sipil untuk diisi TNI saat dibatasi dan diatur.
“Jabatan-jabatan sipil yang memerlukan kualifikasi personil militer dibatasi. Tidak perlu khawatir,” kata dia.
Menurut Bobby, ketakutan dwifungsi itu lantaran ada jabatan kementerian yang boleh diisi TNI.
Namun, terkait multifungsi TNI, dia menyebut hal itu sebatas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) saja.
“Multifungsi yang dimaksud beliau adalah OMSP yang sudah diatur sebelumnya, tapi perlu lebih rinci agar di lapangan lebih efektif,” pungkasnya.
Wamenhan: Revisi UU TNI Tidak Akan Dwifungsi ABRI Seperti Era Orba
Wakil Menhan Muhammad Herindra menyatakan, isu kembalinya dwifungsi TNI seiring Revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tak mungkin terjadi.
“Kan negara demokrasi lah enggak mungkin kita balik kayak dulu lagi. Kekhawatiran itu terlalu berlebihan bagi saya,” kata Herindra di Kompleks Parlemen Senatan, Jakarta, dikutip Jumat (7/6/2024).
Menurut Hendrawan, tugas dan fungsi TNI sudah diatur dengan regulasi yang jelas sehingga tidak akan ada dwifungsi.
“Sekarang kan sudah diatur oleh regulasi yang ketat ya jadi tidak semena-mena lah. Semua juga sudah ada aturannya, regulasi,” ucap dia.