Rahasia Ekonomi Rusia Bertahan & Tumbuh Meski Diblokade AS-Uni Eropa


Jakarta

Sejak Rusia melancarkan serangan militer ke Ukraina, negara tersebut telah mendapat banyak tekanan dan sanksi dari negara-negara barat seperti Amerika Serikat (AS) hingga Uni Eropa. Meski begitu, perekonomian negara yang dipimpin Vladimir Putin ini terbukti tahan terhadap berbagai macam tekanan itu.

Melansir dari CNN, Sabtu (8/6/2024), bahkan pada Januari lalu Putin sempat mencemooh negara-negara barat yang mengenakan sanksi kepada Rusia karena perekonomian negaranya kini mengalami penurunan yang cukup serius. Sedangkan hingga kini Rusia masih baik-baik saja.

“Kita (Rusia) mengalami pertumbuhan, namun (negara barat) ada yang mengalami penurunan. Semuanya mempunyai masalah yang sangat besar, bahkan tidak sebanding dengan masalah kita,” kata Putin dalam sebuah wawancara, dikutip dari CNN.

Memasuki tahun kedua perang antara Rusia dan Ukraina, Negeri Beruang Putih itu malah tercatat mendapat miliaran dolar dari hasil ekspor minyak dan berlian, penjualan produk militernya, dan banyak bank Rusia yang masih dapat mengakses sistem keuangan internasional.

Bahkan kini Rusia dinilai telah beradaptasi dengan berbagai sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara barat. Bukannya terpuruk karena beban sanksi, perekonomian Rusia justru 1% lebih besar dibandingkan sebelum perang itu terjadi.

Perlu diketahui, sejak Februari 2022 pemerintah negara-negara Barat telah berupaya mengurangi pendapatan Rusia dari ekspor energi dan mineral, serta membuat Rusia kekurangan teknologi dan keuangan, sehingga mengganggu kemampuan Rusia untuk berperang.

menurut database yang dibuat oleh Dewan Atlantik, dalam prosesnya negara barat telah menjatuhkan sanksi terhadap lebih dari 15.000 entitas dan individu Rusia. Namun sanksi-sanksi ini dinilai membutuhkan waktu untuk memberikan dampak yang cukup berarti kepada Rusia.

Selain itu, banyak negara di Asia yang tidak ikut serta dalam aksi negara-negara barat untuk memberikan sanksi kepada Rusia menjadi faktor lain yang membuat langkah ini tidak berdampak. Misalkan saja India dan Tiongkok yang kini menyumbang 90% ekspor minyak Rusia.

“Sebagian besar negara di Asia belum menandatangani sanksi, sehingga Rusia memiliki pasar yang siap untuk minyak mereka, serta peralatan berteknologi tinggi yang pernah dibeli dari Barat,” tulis CNN dalam laporannya.

Dalam upaya membatasi keuntungan Rusia dari minyak, negara-negara G7 sempat mengumumkan kapal-kapal Barat dan perusahaan asuransi hanya dapat digunakan ketika harga minyak kurang dari US$ 60 per barel. Jadi Rusia mengembangkan jaringan pengirim baru untuk mengatasi pembatasan dan terus menjual ke India dan Tiongkok.

Rusia ekspor minyak

Ketika harga minyak mentah global menurun menjelang akhir tahun 2023, pendapatan Rusia juga menurun. Namun pendapatan negara itu masih cukup besar, yakni US$ 15,2 miliar pada bulan November 2023 saja.

Dewan Atlantik yang terus memantau dampak sanksi negara barat ini memperkirakan Rusia memindahkan 71% ekspor minyaknya melalui armada hantu yang terus bertambah, yang rincian kepemilikan dan pendaftarannya disamarkan.

Diperkirakan pada September 2023 saja sebanyak 1.400 kapal telah digunakan untuk mengangkut minyak Rusia yang bertentangan dengan sanksi Barat, banyak dari kapal tersebut berlayar tanpa asuransi.

Selain itu, Dewan Atlantik juga mencatat sebagian besar bank di Rusia tetap memiliki akses ke SWIFT (layanan perbankan yang menghubungkan lembaga keuangan di seluruh dunia), sehingga negara yang dipimpin Putin itu masih bisa melakukan transaksi internasional dan menyelesaikan pembayaran lintas batas.

Disebutkan hanya ada beberapa bank di Rusia yang terputus dari platform tersebut sebagai bagian dari sanksi. Akibatnya Rusia juga masih bisa impor peralatan perang dan teknologi penggunaan ganda senilai lebih dari US$ 900 juta per bulan pada paruh pertama tahun 2023.

Kondisi-kondisi inilah yang kemudian dinilai menjadi faktor utama kenapa ekonomi Rusia tetap bertahan meski dihujani banyak sanksi. Sebaliknya negara-negara barat malah mengalami cukup banyak kerugian karena sanksi-sanksi tersebut.

(hns/hns)

Sumber : Detik Finance