Jakarta
–
Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak penambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Kondisi ini membuat para pedagang Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang sudah sangat mengenaskan menjadi semakin khawatir akan masa depan mereka.
Salah seorang penjual pakaian muslim di Pasar Tanah Abang Blok A, Tomi, menyebut kondisi penjualan di pasar saat ini sedang sangat terpuruk. Menurutnya tarif PPN yang semakin tinggi ini ditakutkan dapat membuat harga jual produknya akan semakin mahal.
“Untuk saat ini soal pajak ya buat kita yang dengan keadaan pasar seperti ini agak sedikit berat ya,” kata Tomi saat ditemui detikcom di lokasi, Jumat kemarin.
“Harga barang pasti naik. Nggak ada yang nggak naik. Pokoknya kalau pajak sudah naik, sudah naik semua,” ucapnya lagi.
Kenaikan harga inilah yang kemudian membuat Tomi waswas membuat masyarakat semakin irit dalam berbelanja. Di mana kondisi ini secara langsung dapat membuat penjualannya semakin lesu.
“Ibaratnya kalau barang ini naik Rp 5.000 satunya, kalau orang beli sekodi atau selusin saja itu sudah naiknya berapa? Kan jadi mikir-mikir juga mereka. Padahal Pasar Tanah Abang ini kan orang beli grosiran,” terangnya.
Padahal belakangan ini kondisi ekonomi para pedagang sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya kondisi ini dapat terlihat dari sepinya para pelanggan yang membuat omzet kian menipis.
“Kalau dulu Sabtu-Minggu pasti ramai, cuma sekarang biasa saja. Sebenarnya kita ini jualan larisnya pas musiman ya, jadi kalau hari-hari biasa seperti ini paling seminggu dapat satu pesanan berapa kodi. Tapi kalau sekarang nggak ada sama sekali, sudah sebulan ini saya nggak terima pesanan seperti dulu lagi,” terangnya.
“Jadi saya bingung juga kalau ngomongin omzet turun berapa. Karena ya beda saja sama dulu. Kalau dulu nggak perlu kita pajang dagangan saja sudah pasti laku, kalau sekarang susah,” ucap Tomi lagi.
Lebih lanjut menurut Tomi kondisi sepi pelanggan ini tidak hanya dialami oleh dirinya seorang, namun juga dirasakan para pedagang lain. Bahkan ia mengatakan karena sepi pelanggan banyak toko yang tutup permanen alias bangkrut. “Coba keliling saja lihat-lihat berapa banyak toko yang sudah tutup. Ini di blok ini saja sudah ada berapa toko yang tutup,” katanya.
Selain itu, kondisi sepi pelanggan ini takutnya akan semakin dimanfaatkan oleh para pedagang eceran untuk meminta harga lebih rendah. Sebab mereka tahu bahwa kondisi pasar saat ini sedang tidak baik-baik saja, sehingga para pedagang rela untuk menjual murah selama dagangannya laku.
“Dulu mereka biasa beli misalnya di harga Rp 100.000, sekarang kita jual sudah Rp 80.000. Itu pun mereka malah tawar lagi jadi Rp 35.000, Rp 50.000. Kelar tawar menawar paling harga Rp 55.000, itu kita jual saja di harga modal, yang penting laku. Mereka berani tawar karena tahu kita juga sudah nggak punya penglaris. Jadi dulu kita bisa ambil untung Rp 10.000, sekarang paling cuma Rp 5.000, Rp 3.000,” katanya.