Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah untuk membatasi penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi seperti jenis Pertalite dibatalkan, di mana sebelumnya akan diberlakukan pada pada 1 Oktober 2024.
Terkait hal itu, Politikus PKS Mulyanto sepakat dengan langkah pembatasan BBM bersubsidi tersebut. Karena jika ini tetap diberlakukan, akan memukul masyarakat kelas menengah.
“Karena kalau ini dilakukan akan semakin memukul kelas menengah, dan kalau masyarakat kelas menengah bermasalah akan berdampak pada aktivitas ekonomi secara luas,” kata dia, Kamis (3/10/2024).
Sebagai catatan, periode 2019-2024 angkatan kerja lebih banyak diserap sektor informal daripada formal. Hal ini diperparah dengan banyaknya PHK terhadap buruh industri tekstil dan turunannya
“Kondisi yang memprihatinkan ini jangan diperburuk dengan pembatasan BBM subsidi karena secara langsung akan memperlemah daya beli mereka yang sudah lemah,”jelas Mulyanto.
Dia pun menyarankan sebaiknya kebijakan penting itu diputuskan oleh pemerintahan baru yang akan dilantik pertengan Oktober 2024.
“Dalam masa transisi kepemimpinan nasional seperti sekarang sebaiknya Pemerintahan Joko Widodo fokus menuntaskan sisa program yang sudah berjalan tanpa membuat kebijakan baru yang berpotensi menimbulkan masalah” kata Mulyanto.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum PAN Eddy Soeparno memuji langkah pemerintah tersebut. “Kami memberikan apresiasi kepada pemerintah, yang belum memberlakukan pembatasan BBM subsidi,” kata pria yang kembali terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2024-2029 ini, di Jakarta, Senin (30/9/2024).
Menurut dia, pemerintah saat ini seharusnya mampu menjaga daya beli masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi global.
“Memang yang dilakukan saat ini, adalah bagaimana kita menjaga daya beli masyarakat kuat. Sehingga dengan adanya pembatasan BBM, akan memberatkan masyarakat dan akan menurunkan daya belinya,” katanya.
Bisa Antisipasi Kontraksi Daya Beli Masyarakat
Pemerintah menunda pembatasan BBM subsidi pada awal Oktober 2024. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahadiansyah menilai hal itu sudah tepat guna mengantisipasi adanya kontraksi daya beli masyarakat dalam situasi ekonomi yang belum stabil.
“Memang langkah yang terbaik menurut kacamata publik, karena itu kalau sampai dinaikkan di tengah situasi harga-harag sudah naik, itu akan terjadi kontraksi arahnya gerakan politik,” kata Trubus dalam keterangan diterima awak media, Kamis (3/10/2024).
Trubus mengingatkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah melarang setiap kementerian untuk mengeluarkan kebijakan yang merugikan masyarakat. Hal itu disampaikan presiden saat rapat kabinet terakhir di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Tak Tepat Sasaran
“Karena itu, presiden kan waktu itu mengatakan kementerian dan lembaga dilarang mengeluarkan kebijakan yang ekstrem salah satunya ini agar membatalkan BBM subsidi ini,” jelas Trubus.
Menurut dia, pembatasan BBM subsidi disebabkan banyaknya masyarakat kelas menengah atas yang menggunakan BBM subsidi. Hal itu menjadi sumber tidak tepatnya sasaran program pemerintah.
Trubus pun menyarankan, agar harga BBM subsidi bisa berada di bawah Rp10 ribu, namun dalam aplikasinya harus menggunakan KTP ketika membeli BBM. Sehingga, angkutan umum, masyarakat penghasilan rendah, bisa menggunakan BBM Subsidi secara tepat sasaran.
“Kalau dari NIKnya dia memang enggak mampu yaudah kalau bisa pemerintah berikan separuh harga saja. Jadi alternatif. Kalau naik kereta ada yang eksekutif, ada yang ekonomi, itu bisa diterapkan, lewat sistem itu, tapi pengawasannya harus diperketat,” Trubus menandasi.