Banda Aceh- Dinas kebudayaan dan pariwisata (Disbudpar) provinsi Aceh, melalui UPTD Museum Aceh menyelenggarakan Pameran Regional Sumatera yang diadakan di gedung Pameran Temporer komplek Museum Aceh, Banda Aceh. Pameran ini berlangsung selama lima hari, mulai 10-14 Agustus 2023.
Pameran ini menghadirkan dan menampilkan ragam kekayaan serta kadungan isi koleksi filologi unggulan dari masing-masing museum seperti Museum Aceh, Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh, dan Museum Provinsi di Sumatera. Sebanyak 75 koleksi filologi dari seluruh Provinsi Kabupaten/Kota regional Sumatera ditampilkan di pameran ini.
Pameran ini sendiri diharapkan dapat menarik perhatian bagi para peneliti dan pengkaji manuskrip, objek koleksi filologijuga dapat memberikan wawasan bagi para pengunjung lintas generasi untuk melihat ragam hias atau iluminasi yang menghiasi lembaran-lembaran manuskrip warisan masa lalu. Berbagai jenis gaya dan pola penulisan aksara klasik yang ditoreh diberbagai media tulis dari masa ke masa.
Study tour melihat koleksi filologika di Museum Aceh. (Foto:Redaksi/NF)
Pameran Regional Sumatera ini mengusung tema “Rahasia Peradaban Dalam Aksara” yang merupakan tema Koleksi Filologika perdana. Provinsi dan Kabupaten/Kota yang ikut serta dalam penyelenggaran pameran ini adalah Museum Aceh, Museum Tsunami Aceh, Museum Pidie Jaya, Museum Kota Lhokseumawe, Museum Samudera Pasai, Museum Bireun, Museum Kota Langsa, Museum UIN – Ar-Raniry, Museum Ali Hasjmy Banda Aceh, Museum Sumatera Utara, Museum Adityawarman Sumatera Barat, Museum Sang Nila Utama Riau, Museum Ruwa Jurai Lampung, dan Museum Sriwijaya.
Koordinator Pemandu Museum Aceh M. Nur Aulia menjelaskan tujuan pameran filologika ini diselenggarakan yakni untuk memperkenalkan kepada seluruh lapisan masyarakat akan warisan tentang catatan kehidupan masyarakat dimasa lalu melalui manuskrip.
“Pameran ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwasanya kita masih banyak peninggalan-peninggalan warisan peradaban masa lalu yang sangat berharga, mulai dari manuskrip tentang agama, obat-obatan, ilmu perbintangan, dan mushaf Al-Qur’an” sebut Aulia. (12/8/2023)
Banyak peninggalan-peninggalan peradaban diluar sana yang masih dapat untuk dikaji. Dari segi bahan saja seperti tanduk, kulit kayu, kertas eropa dapat memberikan informasi kepada masyarakat utamanya memancing para peneliti untuk mengkaji isi dari naskah kuno (manuskrip) tersebut.
Gedung Pameran dimana Koleksi Filologika dipamerkan. (Foto:Redaksi/NF)
Koleksi ditiap-tiap provinsi yang dipamerkan di Museum Aceh tentunya memiliki keunikan dan ciri khas yang beragam. Seperti Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan bahan dari kulit kayu alim dan bambu yang ditulis dalam Surat (aksara) dan Bahasa Batak. Isi dari naskah tersebut berisi tentang poda ni hata-hata (petuah dan kata-kata) dan tentang poda ni mintora manuk gantung. Manuk gantung berarti (ayam gantung). Poda ni hata-hata pagar pangoros yang dipercaya dapat melindungi orang dalam kampung dan poda ni mintora manuk gantung dibuat oleh datu dalam suatu upacara serta mengandung petuah dan mantera. Dan masih banyak naskah lainnya di dalam Pustaha Laklak (Pustaka/naskah yang ditulis dikulit kayu).
Kemudian Aulia menambahkan, bahwa menurut pengelola Museum Sumatera Utara Pustaha Laklak ini muncul masa pra Islam.
Museum Aceh sendiri memiliki 14 jenis koleksi yang dipamerkan dalam gedung Pameran Temporer, seperti Al-Qur’an dan naskah syair karya-karya Hamzah Fansuri yang ditulis pada abad ke-16 menggunakan aksara Melayu/Jawi diatas Kertas Eropa/Propatria.
Koleksi-koleksi lainnya dari Museum Aceh seperti Shirat Al-Mustaqim dari Syekh Nuruddin Ar-Raniry, Mir’at At Thullab dan Mawaiz Al-Badi’ dari Syeikh Abdurrauf As-Singkili, Tambih Al-Ghafilin dari Syeikh Jalaluddin Lam Gut, Bidayat Al-Hidayah, Ushul Al-Tahqiqi, Bustan Al-Salatin (Bab 13), Safinat Al-Hukkam, Kumpulan teks Mujarabat dan Tajul Muluk, Hikayat Malem Dagang, dan Khutbah Jum’at.
Ketika ditanyai koleksi unggulan apa yang Museum Aceh hadirkan di Pameran Koleksi Filologika Regional Sumatera ini. Aulia menuturkan bahwa semua koleksi yang ada dipameran sangat berharga dan langka karena memiliki seni tingkat tinggi.
“Seluruh koleksi tentunya berharga. Namun, koleksi unggulan yang langka dan berharga di Museum Aceh yang juga dipamerkan dipameran ini adalah koleksi karya-karya dari Hamzah Fansuri, dikarenakan pada masa itu adanya konflik pemikiran antara beliau dan Syekh Nuruddin Ar-Raniry. Banyak karya-karya Hamzah Fansuri dibakar.” tutur Aulia.
Pameran Regional Sumatera ini merupakan pameran yang diselenggarakan secara bergilir diseluruh provinsi regional sumatera.
Pameran filologika ini ramai dikunjungi oleh pengunjung mulai masyarakat lokal, siswa-siswa sekolah, dan turis yang ingin mengenal dan mempelajari naskah-naskah masa lalu, salah satunya Fadhlun dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bireuen. Beliau memaparkan bahwa pameran ini dapat menambah wawasan dengan koleksi-koleksinya.
“Pendapat saya tentang pameran ini bagus dan sempurna, karena seluruh provinsi sumatera semuanya ikut serta dalam memamerkan koleksi-koleksinya pameran ini” papar Fadhlun.
Kemudian, ada juga turis asal Chile yang mengunjungi pameran koleksi filologika. Namun, karena mereka tidak bisa berbahasa Indonesia, mereka hanya menikmati koleksinya saja.
“Presentasinya sangat bagus, kami menyukai sejarah dan bagaimana manuskrip-manuskripnya dipamerkan. Andaikan informasi yang ditampilkan juga tersedia dalam bahasa inggris, kami pasti akan lebih memahaminya. Kami sangat menikmati suasana di Museum Aceh sangat indah.” papar turis asal negara Chile. (Redaksi)