Jakarta
–
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penghentian operasional dua kapal keruk (dradger) MV YC 6 dan MV ZS 9 berbendera Singapura karena diduga melakukan kegiatan pengerukan pasir laut secara ilegal. Mirisnya, kapal ini berhasil 10 bulak-balik perairan RI dalam sebulan terakhir.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono alias Ipunk, mengatakan saat dilakukan pemeriksaan kedua kapal tersebut tidak memiliki izin dan dokumen yang lengkap untuk hasil kerukan (dumping) di Perairan Batam, Kepulauan Riau.
“Menurut pengakuan Nakhoda, mereka sering sekali masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan dalam satu bulan bisa mencapai 10 kali masuk ke sini (Indonesia), tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang sah. Bahkan tidak punya dokumen kapal, yang ada hanya ijazah nakhoda dan akta kelahiran,” kata Ipunk dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (12/10/2024).
Lebih lanjut Ipunk mengatakan kapal penghisap pasir tersebut kurang lebih membawa 10 ribu meter kubik pasir. Saat dilakukan pemeriksaan terdapat 16 orang Anak Buah Kapal (ABK) 2 orang WNI 1 orang warga Malaysia dan 13 warga negara RRT 13.
Atas peristiwa penangkapan ini, Ipunk menegaskan bahwa PSDKP akan terus mengawasi dan menertibkan kapal-kapal dredger ilegal yang beroperasi di perairan lainnya.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Angka 12 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang Undang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari Perairan Pesisir wajib memiliki KKPRL dari Pemerintah Pusat.
“Disini KKP hadir melakukan penertiban. Harapan kami dapat tetap tertib. Dengan pola pemerintah turun langsung untuk memastikan bahwa aturan yang ada bisa dilaksanakan oleh pelaku usaha dan teman-teman pemerintah daerah,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Viktor Gustaaf Manoppo menjelaskan sampai saat ini, dalam PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi belum ada satupun izin yang dikeluarkan pemerintah.
“Secara regulasi, KKP belum mengeluarkan satu lembar izin kepada siapapun. Terkait operasional pengelolaan hasil sedimentasi. Estimasi total potensi kerugian negara bila dihitung dari kegiatan ini dalam satu tahun, 100.000 meter kubik dikali 12 bulan apabila dibawa pasir tersebut diekspor keluar, totalnya dapat mencapai ratusan miliar per tahun kerugian negara,” katanya
Ini baru sumber daya kelautan (pasir laut) belum lagi perizinan yang lainnya mungkin bisa lebih dari itu,” tegasnya lagi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah buka suara terkait Penerbitan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Trenggono mengatakan ekspor sedimentasi ini bisa dilakukan dalam bentuk pasir hasil sedimentasi. Namun, ekspor dapat dilakukan bila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.
(eds/eds)