Jakarta
–
Perusahaan milik orang terkaya di Asia, Gautam Adani, yakni Adani Group, dituding memanipulasi harga batu bara asal Indonesia. Adani Group disebut menaikkan harga batubara yang dijual ke India meskipun komoditas itu sebenarnya berkualitas rendah.
Tindak-tanduk Adani terungkap dalam laporan The Financial Times (FT) yang dirilis pada Kamis (22/5/2024) yang meninjau dokumen yang diperoleh oleh Proyek Pelaporan Kejahatan dan Korupsi Terorganisir (OCCRP). Berdasarkan laporan tersebut, Adani diduga kuat melakukan penipuan dan meraih keuntungan besar karena menggunakan batubara kualitas rendah untuk PLTU perusahaan listrik India. Kualitas batu bara yang rendah pun berdampak terhadap kualitas udara negara itu.
Menurut tagihan yang diperoleh pada Januari 2014, Adani membeli batu bara asal Indonesia berkualitas 3.500 kalori per kilogram. Anehnya, komoditas itu kemudian dijual kepada perusahaan Tamil Nadu Generation and Distribution company (Tangedco) sebagai batubara berkualitas 6.000 kalori. Karena hal ini, Adani diduga mendapat keuntungan lebih dari dua kali lipat setelah dikurangi biaya transportasi.
Kemudian, berdasarkan dokumen yang dicocokkan FT dengan 22 pengiriman pada 2014, ditemukan bahwa terdapat pola inflasi kadar terhadap pasokan sekitar 1,5 juta ton batubara. FT menyebut Adani memperoleh batubara itu dari perusahaan pertambangan asal Indonesia yang terkenal memproduksi batubara berkalori rendah. Adani mengirimkan komoditas itu ke bagian selatan India untuk memenuhi kontrak berspesifikasi batubara berkualitas tinggi.
Ada Nama Perusahaan Haji Isam
Berdasarkan dokumen yang diperoleh OCCRP pada Desember 2023, sebuah kapal bernama MV Kalliopi L awalnya membawa batubara Indonesia dengan harga US$ 28 atau Rp 453.152 (kurs Rp 16.184) per ton. Namun ketika kapal itu tiba di India tepat pada tahun baru, batubara itu dijual Adani di harga US$ 92 atau Rp 1.488.928 per ton kepada Tangedco.
Setelah ditelisik, batubara itu ternyata berasal dari grup pertambangan PT Jhonlin yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Kapal itu pun memuat batubara dari wilayah tersebut. Sebagaimana catatan detikcom, PT Jhonlin adalah perusahaan milik pengusaha, Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.
Menurut berkas pernyataan ekspor oleh PT Jhonlin, pembeli akhir batubara itu adalah Tangedco. Adani bertugas sebagai perantara. Namun,menurut tagihan dari Jhonlin yang masuk ke Supreme Union Investors, sebuah perusahaan asal British Virgin Islands, harga batubara tercatat berkisar di angka US$ 28 atau Rp 453.152 per ton.
Sepekan kemudian, Supreme Union Investors menagih Adani untuk pengiriman tersebut dengan harga US$ 34 atau Rp 550.256 per ton dengan kualitas 3.500 kalori per kilogram. Namun menariknya, dalam berkas tagihan Adani berikutnya kepada Tangedco, harga batubara melonjak menjadi US$ 92 atau Rp 1.488.928 per ton dengan kualitas 6.000 kalori.
Dokumen lain menunjukkan bahwa perbedaan harga tersebut tidak terjadi dalam pengiriman terpisah. Pesanan pembelian pada 2014 mencantumkan terdapat 32 pengiriman batubara berkualitas 6.000 kalori ke Tangedco oleh Adani dengan jumlah 2,1 juta ton di harga $91 atau Rp1.472.744 per ton. Informasi ini terungkap menyusul permintaan OCCRP atas Undang-Undang Kebebasan Informasi India.
Pengiriman berkas tagihan Adani ke Tangedco kontradiktif sebab menurut catatan internal Jhonlin, Supreme Union Investors, selaku perantara untuk 24 kargo, membeli batubara di rata-rata harga US$ 28 atau Rp 453.152. Sementara menurut data Argus, harga batubara di kargo tersebut berada di atas kualitas rata-rata batubara Indonesia pada 2014 yakni sekitar 4.200 kalori, yang saat itu dijual di antara US$ 22 (Rp 356.0480 dan US$ 26 (420.784) per ton.
FT pun mencocokan data dari 22 dari total 24 kargo. Dari 22 kargo, ditemukan bahwa Tangedco memang adalah pembeli akhir dengan rata-rata harga US$ 86 (Rp 1.391.82) per ton. Temuan ini sejalur dengan perkiraan Argus yang mengistimasi harga rata-rata batubara berkalori 6.000 berkisar di angka US$ 81 (Rp 1.310.904) dan US$ 89 (1.440.376) per ton, termasuk biaya transportasi.
Alhasil, disimpulkan bahwa Adani dan perataranya memperoleh keuntungan sekitar US$ 46 (744.644) per ton dari pengiriman tersebut. Keuntungan Adani mencapai sekitar US$ 70 juta atau Rp 1,13 triliun untuk 22 kargo batubara.
Namun saat dihubungi, Adani mendampik tudingan penipuan tersebut. Juru bicara Adani Group mengatakan kualitas batubara yang diperoleh sudah diuji secara independen di tempat pengangkutan, serta oleh bea cukai dan ilmuan Tangedco.
“Batubara yang dipasok telah melewati proses pemeriksaan kualitas yang rumit oleh berbagai lembaga di berbagai tempat, jelas bahwa tuduhan pasokan batu bara berkualitas rendah bukan hanya tidak berdasar dan tidak adil, tetapi juga sangat tidak masuk akal,” kata juru bicara yang tidak disebutkan namanya itu.
Sementara Tangedco, Jhonlin, Supreme Union Investors, dan Direktorat Intelijen Pendapatan (DRI) India, tidak merespon saat dihubungi untuk dimintai konfirmasi.
(rrd/rir)