Liputan6.com, Jakarta Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri, menyatakan sudah saatnya negara-negara mencari terobosan dalam kerjasama internasional, apalagi dengan berbagai persoalan geopolitik dan pemanasan global di dunia saat ini.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) itu saat memberikan kuliah umum di Universitas Saint Petersburg, Rusia, Senin (16/9/2024).
Menurut Megawati, konflik Rusia-Ukraina, Palestina-Israel, hingga pemanasan global menyebabkan terjadinya berbagai masalah. Salah satu yang dikhawatirkan adalah soal krisis pangan.
“Dengan berbagai persoalan geopolitik dan global warming di atas, sudah saatnya kita mencari terobosan dalam kerjasama internasional,” kata dia.
Megawati pun menarik pidato Presiden Pertama RI Soekarno atau Bung Karno saat sidang di PBB. Di mana meminta melakukan reformasi lembaga tersebut dengan semakin efektif menangani konflik, sampai memasukan prinsip Pancasila dalam Piagam PBB.
“Apa yang disampaikan Bung Karno di PBB tersebut tetap relevan, seperti tadi saat saya sampaikan ketika melihat konflik yang tidak kunjung usai,” ungkap Megawati.
Ketua Dewan Pengarah BRIN ini juga menyampaikan rasa keprihatinan terhadap sistem internasional semakin bergeser pada perang hegemoni dan melupakan pentingnya solidaritas sosial dan kemanusiaan.
“Saya juga semakin khawatir dengan munculnya model penjajahan gaya baru melalui penggunaan kekuatan ekonomi, pangan, dan keunggulan teknologi, serta hukum internasional sebagai ‘alat pembangun hegemoni’,” jelasnya.
Megawati pun menyatakan, bahwa Pancasila bisa menjadi cara pandang hidup tata dunia baru tersebut.
“Kesetaraan, keadilan, dan kemakmuran bersama, serta keselamatan bumi harus menjadi credo kita. Tatanan Dunia Baru harus diwujudkan dengan menggandeng erat seluruh kekuatan internasional,” kata dia.
“Karena itulah mari kita saling bergandengan tangan dalam persaudaraan sejagat. Kedepankan dialog dengan bingkai kemanusiaan. Sebab kita adalah warga bangsa yang setara dan memiliki tanggung jawab di dalam menjaga kelangsungan dunia, seperti yang saya sampaikan tadi hanya ada satu bumi, dengan seluruh peradabannya,” jelasnya.
Megawati Dorong Hukum Internasional Atur Penggunaan Artifial Intelligence
Megawati juga mengajak pemerintah negara-negara di dunia untuk segera menyusun hukum internasional yang mengatur penggunaan Artificial Intelligence (AI). Dia memberi penekanan pada resiko AI jika disalahgunakan oleh para aktor non negara.
“Potensi konflik harus segera dimitigasi, termasuk akibat penyalahgunaan kemajuan teknologi termasuk Artificial Intelligence,” jelas dia.
Ia mengakui, perkembangan teknologi di satu sisi membawa kemajuan bagi peningkatan taraf kehidupan.
“Namun jangan lupa disisi lain, teknologi yang digunakan untuk senjata pemusnah massal bisa menghancurkan peradaban,” tutur Megawati.
Selain masalah seperti perbedaan kepentingan nasional dan penguasaan sumber daya sampai soal konflik identitas, ancaman penggunaan senjata kimia dan biologi juga kian mencemaskan.
Pada titik itu, Megawati menyatakan perlu mencermati keterlibatan aktor non negara. Sebab, menurutnya, setiap negara setidaknya memiliki paradigma ideal atas negaranya dalam posisi internasionalnya.
“Namun apakah demikian dengan aktor non negara? Bagaimana kalau kemajuan Artificial Intelligence dalam hubungannya dengan persenjataan modern yang membahayakan keselamatan umat manusia dikuasai aktor non negara?” Kata Megawati.
“Dalam pandangan saya, yang harus segera hukum internasional harus mengatur ini. Seluruh potensi konflik harus dimitigasi melalui hukum internasional,” tegas Megawati.
Walau demikian, Megawati juga mengingatkan agar hukum internasional tersebut dibangun dengan semangat kesetaraan. Bukan atas dasar semangat dominasi sebuah negara besar terhadap negeri lainnya di dunia.
Membumikan Pancasila
Megawati juga sempat menjelaskan bagaimana pembumian Pancasila dalam sistem internasional pernah dilakukan, yaitu melalui pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 yang menghasilkan Dasa Sila Bandung.
“Dengan modal historis ini, bangsa Indonesia menggalang bangsa-bangsa yang cinta damai. Kami terus menyerukan dihormatinya ‘Prinsip Non Intervensi’ terhadap kedaulatan bangsa lain,” kata dia.
Dengan prinsip itu pula, lanjutnya, Indonesia mengambil inisiatif bagi penyelesaian konflik terhadap persoalan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina; konflik di Timur Tengah melalui aksi sepihak Israel terhadap Palestina.
“Konflik yang tidak seimbang tersebut nyata-nyata melanggar hukum internasional. Dampaknya adalah bencana kemanusiaan. Lebih dari 37.000 jiwa rakyat Palestina gugur akibat kekejaman Israel,” katanya.
Selain ketegangan di Timur Tengah, potensi konflik terbuka juga terjadi di Laut Tiongkok Selatan hingga Selat Taiwan; dan bara api yang terus menyala di Semenanjung Korea.
“Spirit yang kami bawa dalam membangun ketertiban dunia tersebut adalah mempraktikkan Pancasila sebagai jalan bagi tata dunia baru,” pungkasnya.
Turut mendampingi Megawati saat kuliah umum di Universitas St. Petersburg, Duta Besar Dunia Pendidikan dan Iptek untuk Universitas St.Petersburg, Prof Connie Rahakundini Bakrie. Terlihat juga mendengarkan kuliah umum, Dubes Indonesia untuk Rusia Jose Tavares.