Industri Halal Dikuasai Brasil hingga China, RI Bisa Apa?


Jakarta

Potensi industri halal cukup besar untuk dikembangkan. Sayangnya, untuk sektor makanan halal saja saat ini masih dikuasai oleh negara non-muslim atau yang mayoritas penduduknya bukan muslim.

Hakam Naja, Anggota DPR periode 2014-2019 dan Associate INDEF mengatakan, Brasil, Amerika Serikat (AS) hingga China berada di posisi lima besar produsen makan halal global. Hal tersebut berdasarkan berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE).

“Data Keadaan Ekonomi Islam Global 2023-2024, yang menguasai industri makanan dan minuman di negara-negara OKI (Organisasi Kerja Sama Islam), yang terkait industri makanan halal, pertama adalah Brasil, kedua India, ketiga Amerika, keempat Rusa, kelima China. Kita konsumen terbesar,” terang Hakam dalam konferensi pers virtual, Jumat (4/9/2024).

Hakam menilai perlu ada sinergi antar negara-negara islam, khususnya Indonesia, untuk mengoptimalkan potensi ekonomi syariah global. Terlebih, populasi muslim global saat ini mencapai 2 miliar jiwa, yang mayoritasnya berada di Indonesia.

Senada, Mohammad Nabil Almunawar, UBD School of Business and Economics Universiti Brunei Darussalam juga menyoroti kue ekonomi syariah yang tidak dikuasai negara-negara muslim.

“Di Indonesia pun kita produksi bagus, tapi produsennya non-mulsim sebenarnya. Jadi yang menikmati ke pasar halal ini non muslim. Sebenarnya ini menjadi wake up call,” tutur Nabil.

Khusus Indonesia sektor ekonomi halal yang bisa dikembangkan adalah keuangan, pariwisata, makanan, dan fashion. Dalam hal ini, Indonesia bisa memanfaatkan populasi muslim yang kini sekitar 237 juta jiwa.

Untuk fesyen halal misalnya yang juga bisa membantu industri tekstil Tanah Air yang sedang terpuruk. Hakam menyebut pihak Industri dan pegiat fesyen perlu disinergikan.

“Dalam konteks industri fashion, bisa dijadikan pemantik kita bisa bangkit dari keterpurukan. Kita tahu akhir-akhir ini banyak penutupan industri tekstil, PHK, ini peluang besar dari industri fashion. Kenapa tidak disinergikan, ini adalah bidang ekonomi kreatif yang bisa kita tumbuhkan,” papar Hakam.

Konsumsi masyarakat Muslim dunia diperkirakan bisa menyentuh US$ 3 triliun. Hakam menyatakan potensi tersebut harus bisa diambil oleh negara-negara muslim, khususnya Indonesia.

“Ke depan kurang lebih 2 miliar penduduk muslim dunia akan mengeluarkan konsumsi sekitar US$ 3 triliun, hampir tiga kali lipat PDB Indonesia yang US$ 1 triliun. Ini artinya hal yang sangat besar dan mesti kita ambil untuk bagaimana kita bersinergi dengan Brunei, Malaysia, dan negara-negara OKI,” tutur Hakam.

(ily/hns)

Sumber : Detik Finance