Liputan6.com, Jakarta Forum Kiai Jakarta Bersatu (FKJB) menyimpulkan bahwa pernyataan calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Suswono, terkait “janda kaya menikahi pemuda nganggur” bukanlah bentuk penistaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Kesimpulan ini dihasilkan dalam diskusi Bahtsul Masail bertajuk “Telaah Fikih Statemen Suswono Terkait Rasulullah SAW” yang digelar Sabtu 17 November 2024 di Hotel Sofyan, Jakarta Pusat.
Diskusi ini dihadiri sekitar 30 ulama, kiai, dan ustaz dari berbagai organisasi keagamaan di Jakarta. Ketua FKJB, K.H. Agus Khudlori menjelaskan bahwa forum tersebut diadakan untuk memberikan pandangan fikih yang netral terhadap isu-isu sensitif di tengah masyarakat.
“Agar umat tidak terpecah belah hanya karena beda pilihan politik. Selain itu, untuk menjaga iklim demokrasi di Indonesia, supaya kalau ada statemen atau pernyataan yang dipandang tidak cocok tidak lantas dipolitisasi dan dianggap penistaan agama,” ujarnya dikutip Senin (18/11/2024)
Dalam kajian tersebut, FKJB menegaskan bahwa pernyataan Suswono tidak dapat dikategorikan sebagai penistaan agama. Para ulama bersepakat bahwa pernyataan itu lebih merujuk pada sifat basyariyah (kemanusiaan) Nabi Muhammad SAW., bukan pada sifat kenabian beliau. Merujuk kitab Nur al-Zhalam karya Syaikh Nawawi al-Bantani, sifat manusiawi Nabi seperti makan, minum, dan bekerja tidak mengurangi kemuliaannya.
Selain itu, FKJB juga mempertimbangkan fakta sejarah bahwa Siti Khadijah adalah seorang janda kaya ketika menikahi Nabi Muhammad yang saat itu masih berusia 25 tahun. Fakta ini menjadi landasan bahwa konteks pernyataan Suswono tidak bertentangan dengan tradisi maupun ajaran Islam.
Secara kebahasaan, FKJB juga menilai bahwa istilah “nganggur” yang digunakan Suswono tidak mengarah pada penghinaan. Kata tersebut lebih bermakna “sedang tidak bekerja” dalam situasi tertentu, bukan sebagai bentuk pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW. Istilah ini pun tidak secara langsung ditujukan kepada Nabi.
Suswono sendiri telah memberikan klarifikasi bahwa pernyataannya sama sekali tidak bermaksud menghina Nabi. FKJB menghargai langkah tersebut sebagai bentuk tabayyun (klarifikasi) yang mencerminkan itikad baik untuk meluruskan kesalahpahaman.
Lebih lanjut, Suswono juga telah meminta maaf kepada masyarakat dan memohon ampun kepada Allah atas pernyataan yang menimbulkan kontroversi. Langkah ini, menurut FKJB, mencerminkan semangat bertobat yang dianjurkan dalam Islam. Umat Muslim diajak untuk menerima permintaan maaf tersebut sebagai wujud kasih sayang dan pengampunan, sebagaimana diajarkan dalam Q.S. Ali Imran ayat 159.
Hadapi Perbedaan Pilihan Politik dengan Kepala Dingin
K.H. Roland Gunawan, salah satu ulama yang hadir, mengutip nasihat Imam Al-Ghazali dalam kitab Fayshal al-Tafriqah yang mengingatkan umat Muslim untuk tidak mudah mengobral tuduhan kafir atau penistaan terhadap sesama Muslim. “Jangan sampai kita ini mengobral tuduhan-tuduhan kafir dan penistaan agama kepada sesama muslim,” tegasnya.
Sementara itu, K.H. Agus Khudlori mengingatkan agar umat Islam lebih bijak menghadapi situasi politik yang rawan provokasi. Ia berharap setiap pernyataan dari tokoh publik dapat dicerna dengan kepala dingin sehingga tidak memicu perpecahan.
“Jangan mudah digiring untuk menganggap suatu statemen yang sebenarnya masih dalam ranah khilafiyah sebagai bentuk penistaan agama. Padahal tidak setiap ucapan mengenai pribadi Nabi SAW. yang tidak sesuai dengan paham suatu kelompok bisa dianggap sebagai penistaan agama,” imbuhnya.
Dengan hasil Bahtsul Masail ini, FKJB berharap masyarakat dapat lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan pendapat, khususnya yang berkaitan dengan isu agama. Para ulama menyerukan agar umat tidak mudah terprovokasi dan menjadikan dialog sebagai cara menyelesaikan perbedaan pandangan.