DPR soal Dihapusnya Larangan TNI Berbisnis: Harus Ada Aturan Jelas, Jangan Ganggu Profesionalitas

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi I DPR Dave Laksono menyatakan, usulan menghapus larangan anggota TNI berbisnis dalam Revisi UU TNI harus dikaji mendalam.

Dia berharap, jika itu ada, maka dibuat aturan rinci terlebih dahulu dan penjelasan mengenai sebab pencabutan larangan tersebut.

“Harus dijelaskan bila Kemhan dan Mabes mengizinkan prajurit bisnis, maka harus ada aturan jelas, jangan sampai prafesionalitas TNI terganggu dan mereka awalnya bertugas menjaga keamanan malah berbalik sibuk mengurusi usaha masing-masing,” kata Dave saat dikonfirmasi, Rabu (17/7/2024).

Dia mengingatkan, tugas TNI adalah menjaga stabilitas negara oleh sebab itu tugas negara lah untuk menjamin kesejahteraan prajurit.

“TNI memiliki peran dan tanggung jawab sangat penting dan menjadi salah satu punggung utama menjaga stabilitas negara, salah satu tugas pemerintah adalah memastikan kesejahteraan dan kebutuhan dasar setiap prajurit itu terpenuhi baik kebutuhan sehari-hari lalu sandang, pangan, papan,” jelasnya.

 Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Bobby Rizaldi menyatakan usulan pencabutan larangan bisnis itu tidak ada dalam draft Revisi UU TNI.

“Ini tidak ada di dalam draft,” kata Bobby.

Dia menyebut prajurit hatus menjalankan tugas sesuai tupoksinya dan bukannya berbisnis.

“Bahwasanya seorang prajurit harus menjalankan tupoksi nya, tidak merendahkan martabat institusi, dan tidak menjadi pemegang saham dalam usaha yg berada dalam ruang lingkup kekuasaannya,” jelasnya. 

“Ya kalau ada induk koperasi untuk kesejahteraan prajurit, simpan pinjam, harusnya tidak masalah,” sambungnya.

2 dari 3 halaman

Masih Dalam Proses

Hadi Tjahjanto angkat bicara soal wacana adanya penghapusan pasal larangan prajurit TNI untuk berbisnis dalam revisi UU TNI.

Menurut dia, semua itu masih dalam pembahasan. Hadi mengungkapkan, pihaknya baru fokus pada pasal 47 mengenai jabatan sipil dan pasal 53 mengenai batas usia dinas keprajuritan.

“Ya ini kan masih dalam proses ya, kita utamanya untuk tni adalah pasal 47 dan 53. Namun terkait dengan kegiatan bisnis, ini masih terus dalam pembahasan,” kata Hadi usai acara Kompolnas di Jakarta Utara, Rabu (17/7/2024).

Karena sampai saat ini, lanjut dia, pihaknya masih menunggu usulan lain dari TNI dalam menambah dan melakukan revisi terhadap UU Nomor 34 Tahun 2004.

“Kemudian TNI juga akan menambah pasal pasal dalam revisi,” jelas Hadi.

 

3 dari 3 halaman

Sesuai Kebutuhan Zaman

Hadi mengklaim, dalam revisi UU TNI ini adalah menciptakan sebuah aturan yang menyesuaikan dengan kebutuhan zaman.

“Diantara ancaman ancaman yang sekarang sudah nyata ancaman global, adalah ancaman siber crime, ancaman biologi, dan ketiga adalah ancaman kesenjangan. Dan ini akan dijabarkan dalam bentuk operasi militer selain perang,” klaim dia.

“Yang tujuannya adalah operasi non kinetik, termasuk, OMSP juga akan membahas operasi kinetik,” jelasnya.

Oleh sebab itu, Hadi menjelaskan pemerintah masih terus menampung masukan-masukan selama tahapan Daftar Inventaris Masalah (DIM) sampai dengan Agustus 2024 sebelum diserahkan ke DPR.

“Ini semua akan dalam satu pembahasan, masuk di dalam DIM, oleh sebab itu TNI dan Polri terus memberi masukan masukan, untuk perbaikan sesuai kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kekinian,” kata dia.



Sumber : Liputan 6