Jakarta
–
China tengah menghadapi cuaca ekstrem beberapa hari terakhir. Panas yang ekstrem dan curah hujan yang tinggi dikhawatirkan berpotensi ancam ketahanan pangan.
Mengutip dari CNN International, Sabtu (15/6/2024) suhu panas ekstrem serta kekeringan melanda wilayah utara negara tersebut dan hujan lebat yang menggenangi wilayah selatan. Kondisi tersebut berdampak buruk sehingga mengganggu musim panas dan musim semi di Negeri Tirai Bambu.
Kementerian Pertanian China mengatakan kekeringan dan panas berdampak buruk pada musim tanam di beberapa provinsi utara dan tengah. Kementerian juga memperingatkan bahwa suhu diperkirakan akan melampaui 35 Celcius (95 Fahrenheit) dalam beberapa hari mendatang.
Peringatan darurat mencakup setidaknya tujuh provinsi, termasuk wilayah pertanian utama, Henan dan Shandong. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut dan penugasan di musim panas akan sulit dilakukan.
“Suhu yang terus-menerus tinggi baru-baru ini telah mempercepat hilangnya air di dalam tanah dan (menyebabkan) kekeringan di beberapa daerah, yang berdampak negatif pada musim tanam di musim panas,” kata Kementerian dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, Administrasi Meteorologi China (CMA) mengatakan 28 stasiun cuaca regional masing-masing memecahkan rekor untuk suhu tertinggi yang pernah tercatat pada pertengahan Juni. Misalnya, Kota Fenyang di provinsi utara Shanxi mencatat suhu tertinggi yang belum pernah tercatat sebelumnya, yakni 40,2 derajat Celcius (104 Fahrenheit).
CMA menyebut hujan lebat telah terjadi di wilayah Zhejiang, Fujian, Jiangxi, Hunan, Guangxi dan Guizhou. Hunan dan Jiangxi adalah dua produsen beras terbesar di China dan beberapa yang lainnya merupakan pusat manufaktur dan industri besar.
China mencatat rekor musim semi terpanas tahun ini. Suhu rata-rata nasional antara bulan Maret dan Mei mencapai 12,3 derajat Celcius, tertinggi sejak pencatatan dimulai pada tahun 1961.
Untuk wilayah selatan negara itu, di mana menjadi wilayah penghasil beras terbesar di China telah dilanda hujan lebat selama berminggu-minggu. Pada bulan April, Kementerian Pertanian mengatakan curah hujan di beberapa wilayah telah meningkat sebesar 50% hingga 80%. Bahkan meningkat dua kali lipat di beberapa wilayah.
Kementerian membuat berbagai upaya untuk mengurangi kerusakan pada bibit awal padi yang sedang tumbuh. Bibit ini ditanam pada bulan Maret dan diperkirakan panen pada bulan Juni.
Akhirnya, Markas Besar Pengendalian Banjir dan Bantuan Kekeringan Negara China mengeluarkan status tanggap darurat terhadap banjir di wilayah selatan dan kekeringan di wilayah utara. Hal ini menjadi tanda dan peringatan akan tingginya risiko banjir bandang dan bahaya geologi.
Hujan-hujan ini tampaknya berkaitan dengan pola muson musiman yang dapat menyebabkan hujan lebat dalam jangka waktu singkat.
(das/das)