Jakarta
–
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyoroti kenaikan upah minimum yang dinilainya kecil. Padahal, ia menilai standar upah akan berdampak pada target Presiden Prabowo Subianto mengejar pertumbuhan ekonomi 8%.
Said Iqbal pesimis target tersebut bisa tercapai jika kenaikan upah masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) 51 Tahun 2023 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Ekonomi tumbuh 5,2% tahun lalu. Tahun ini diproyeksi 5,1%. Dan mustahil, ekonomi tumbuh 8% kalau gaji naiknya pake PP nomor 51 tahun 2023,” kata Said Iqbal di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).
Alasannya upah yang rendah akan membuat tingkat daya beli juga rendah. Sementara konsumsi merupakan salah satu penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi nasional.
“Mustahil, karena daya beli akan rendah. Daya beli rendah atau purchasing rendah, konsumsi rendah. Penyumbang pertumbuhan ekonomi 54% dari konsumsi. Nah kalau konsumsinya enggak dinaikkan, seiring investasi juga didatangkan, nggak mungkin pertumbuhan ekonomi 8 persen. Jauh panggang dari api, bagai pungguk merindukan bulan,” bebernya.
Oleh karena itu, Buruh menuntut kenaikan upah minimal 8-10% untuk tahun 2025. Buruh mengancam akan melakukan aksi mogok nasional yang bakal diikuti 5 juta buruh.
“Oleh karena itu kita minta upah harus bisa meningkatkan daya beli, supaya pertumbuhan ekonomi 8 persen bisa dicapai. Kami ngomong ini, justru kami mendukung Presiden Prabowo Subianto. Kami melawan menteri-menteri yang mau enak-enaknya saja, hanya karena kabinet balas budi,” ujarnya.
Said Iqbal lalu membandingkan kenaikan upah di beberapa negara. Ia mengatakan, upah di Jerman naik 30%, Turki naik 60%. “Di Inggris saja naik 30%, di Jerman 27% bahkan di Turki naik upahnya 60%, nggak bangkrut negara mereka,” tutupnya.
(ily/rrd)