Jakarta
–
Sejumlah federasi buruh dan pekerja menggaungkan penolakan keras atas implementasi kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Bahkan, buruh dan pengusaha meminta agar kebijakan tersebut dicabut.
Kebijakan Tapera sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Iuran Tapera akan memotong sebesar 2,5% gaji pekerja baik swasta maupun PNS dan 0,5% ditanggung perusahaan.
Wakil Sekjen Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) Eri Wibowo mengatakan, dengan iuran Tapera tersebut belum tentu para pekerja bisa mendapatkan rumah. Berdasarkan perhitungannya, besaran uang yang akan terkumpul bahkan tidak sampai setengah dari harga rumah subsidi.
“Kami ASPEK Indonesia menyatakan menolak, alasannya pertama dengan iuran cuma segitu, belum tentu kita punya rumah. Dengan asumsi kita upahnya UMP sampai usia kita pensiun bekerja 35 tahun pun tak akan sampai,” kata Eri, dalam konferensi pers di Kantor DPP Apindo, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2024).
“Misalnya hitung-hitungan saya sampai dengan pensiun itu cuma Rp 52 jutaan dengan gaji UMP. Artinya dengan harga rumah sekarang, kemarin saya baru bertemu developer, harga rumah subsidi itu sekitar Rp 185 juta,itu yang di Bekasi, belum yang di Bandung. Itu nggak sampai dengan iuran segitu,” sambungnya.
Selain itu, menurutnya sosialisasi aturan tersebut juga terbilang masih belum jelas, di mana banyak pertanyaan yang masih belum terjawab. Salah satunya, menyangkut akan dikemanakan uang pekerja apabila iuran tersebut tidak terpenuhi.
“Berikutnya kalau nggak sampai (terpenuhi iurannya seharga rumah), uangnya ke mana? Apakah dikembalikan ke pekerja atau bagaimana? Kita belum tahu juga. Itu pernyataan besar kami yang belum terjawab dalam undang-undang,” ujarnya.
Buruh Bakal Aksi pada 27 Juni 2024
Sementara itu, Ketua DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur Endang Hidayat mengatakan, akan digelar aksi demonstrasi besar-besaran untuk menyuarakan penolakan terhadap Tapera pada Kamis, 27 Juni di Istana Negara, Jakarta. Aksi ini telah disepakati beberapa konfederasi buruh dan akan digelar dalam skala nasional. Diperkirakan massa bisa di atas 10-20 ribu massa.
“Kami dari DPD FSP LEM SPSI DKI Jakarta menolak Tapera dan rencananya secara nasional di tanggal 27 Juni kami pun akan aksi menyampaikan bahwasannya tolak Tapera dan cabut untuk selamanya,” kata Endang.
Menurutnya, keberadaan Tapera hanya akan memberatkan dan menyengsarakan buruh yang sebelumnya telah terbebani dengan Undang-Undang (UU) No. 5 tahun 2023 tentang Cipta Kerja alias Omnibus Law. Menurutnya, belum ada jaminan bahwa tabungan ini akan mempermudah pekerja dalam memiliki rumah.
Selain itu, menurutnya pembentukkan komite Tapera juga tidak disertakan unsur dari perwakilan buruh. Lain halnya dengan BPJS yang menyertakan perwakilan dari buruh untuk menjadi pengawasnya. Karena kondisi ini, menurutnya, Tapera adalah bagian daripada politis yang dibuat oleh pemerintah.
“Tapera adalah bagian daripada politis yang dibuat oleh pemerintah, tidak ada perwakilan dari buruh, di situlah akan bisa diduga terjadi kebocoran-kebocoran dana yang ditabung oleh buruh, oleh buruh Indonesia baik ASN maupun buruh swasta. Disini dampaknya akan lebih menyengsarakan buruh, karena dengan ditabung dipaksa tapi tidak ada controlling di Tapera-nya,” tuturnya.
Pengusaha Juga Minta Tapera Cabut
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Apindo DKI Jakarta, Solihin juga menyatakan keberatannya atas Tapera. Aturan itu dipandang malah akan menambah beban para pemberi kerja dan pekerja di sektor swasta yang sebelumnya telah dibebankan sejumlah potongan.
Berdasarkan perhitungannya, secara keseluruhan pekerja dan pengusaha telah dibebankan potongan hingga 18,24% s.d 19,74% yang terdiri atas potongan jaminan sostek, jaminan hari tua (JHT), hingga jaminan kesehatan. Ia juga menyoroti keberadaan program BPJS Ketenagakerjaan yakni Manfaat Layanan Tambahan (MLT) yang serupa Tapera.
“Selama sosialisasi Tapera sejak 2016 DPP Apindo DKJ sudah sampaikan kebertaan untuk perusahan swasta. Karena atas potongan itu, BPJS Ketenagakerjaan telah menyampaikan program serupa yakni MLT. Dikhawatirkan Tapera ini malah jadi tumpang tindih, pungutannya akan menjadi beban tambahan,” kata Solihin, dalam kesempatan yang sama.
“Sebagai asosiasi yang menaungi dunia usaha, dunia usaha dan pekerja yang terdampak, kami hendak sampaikan untuk membatalkan. Kita menuntut untuk membatalkan implementasi Tapera sebagai kewajiban,” imbuhnya.
(shc/das)