Buka-bukaan Sri Mulyani Penyebab BUMN Sakit


Jakarta

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka-bukaan soal penyebab Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kondisi keuangannya memburuk. Apabila dibiarkan, bisa-bisa perusahaan pelat merah yang sakit ini bisa ditutup.

Sri Mulyani menilai, BUMN sakit ini bisa disebabkan karena kesalahan manajemen maupun sektor usaha yang tidak strategis.

“Mungkin juga karena mismanagement sudah lama dan sektor tersebut tidak menjadi sektor yang strategis atau penting. Dalam hal ini, tidak harus dimiliki pemerintah atau bahkan seharusnya bisa ditutup dan dilikuidasi,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2024).

Para BUMN-BUMN sakit ini pun nantinya kan dimasukkan ke dalam Klaster D Non Core. Hal ini selaras dengan rencana besar pemerintah dalam melakukan klasterisasi atas perusahaan-perusahaan pelat merah berdasarkan pada tingkat performa keuangan dan mandate pemerintah yang diberikan.

Secara keseluruhan, akan ada empat klaster BUMN yang terbagi ke dalam kuadran. Ini terdiri atas Klaster A Strategic Value and Welfare Creator di Kuadran 2, Klaster B Strategic Value di Kuadran 1, Klaster C Surplus Creator di Kuadran 4, dan Klaster D Non Core di Kuadran 3. Namun hingga saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman atas daftar BUMN yang masuk ke dalam posisi sakit ini.

Dalam rapat tersebut, Sri Mulyani juga menyampaikan permintaan tambahan penyuntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada sejumlah BUMN dan lembaga. Hal ini terdiri atas PMN tunai kepada 5 instansi dan PMN non-tunai untuk 12 instansi. Untuk PMN tunai, ia meminta restu DPR untuk menggunakan dana PMN bersumber dari cadangan pembiayaan investasi sebesar Rp 6,1 triliun untuk PMN tunai.

“Mengenai penggunaan cadangan pembiayaan investasi yang terdapat pada lampiran ketujuh peraturan presiden 76 tahun 2023. Yang masuk di dalam tadi investasi klaster lainnya yaitu cadangan pembiayaan investasi yang di dalam UU APBN 2024 sebesar Rp 13 triliun. Pada hari ini kami mengajukan penggunaannya hanya sebesar Rp 6,1 triliun,” ujar Sri Mulyani.

Penerima suntikan PMN itu adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero) Rp 2 triliun, PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA Rp 965 miliar. Kemudian PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni Rp 500 miliar, PT Hutama Karya (Persero) Rp 1 triliun, serta untuk Badan Bank Tanah Rp 1 triliun. Sri Mulyani menambahkan dana Rp 635 miliar juga akan digunakan untuk cadangan dana penjaminan.

Sementara itu, Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban memaparkan 12 instansi yang menerima PMN non-tunai berupa Barang Milik Negara (BMN). Pertama ada PT Hutama Karya berupa 30 bidang tanah di Tangerang dan 2 bidang tanah di Palembang dengan nilai Rp 1,9 triliun.

Lalu ada PT Sejahtera Eka Graha berupa 71 bidang tanah di Bogor senilai Rp 1,2 triliun, lalu PT Varuna Tirta Prakasya berupa 1 bidang tanah dan bangunan kantor dengan nilai Rp 23 miliar, lalu PT Biofarma berupa peralatan dan bangunan untuk fasilitas vaksin eks flu burung senilai Rp 68 miliar.

“Sebetulnya terhadap 4 ini sudah dilakukan pembahasan pada 2022, kita melakukan proses PP namun tidak selesai di 2022, berdasarkan ketentuan dan pandangan legal Setneg itu harus diselesaikan pada tahun APBN bersangkutan,” kata Rio, dalam kesempatan yang sama.

Lebih lanjut ada PT ASDP Indonesia Ferry berupa 10 kapal motor penumpang milik Kementerian Perhubungan dengan nilai Rp 460 miliar, lalu ada Perum DAMRI berupa 580 unit bus senilai Rp 301 miliar, lalu AirNav Indonesia berupa 191 unit bangunan dan peralatan navigasi bandara senilai Rp 301 miliar, dan ada PT Pertamina berupa 82 unit sarana prasarana jaringan gas, SPBG dan infrastruktur pipa SPBG dengan nilai mencapai Rp 4,1 triliun.

Rio menambahkan, ada juga PMN nontunai untuk PT Perkebunan Nusantara III berupa peralatan pabrik gula yang tadinya milik Kementerian ESDM senilai Rp 828 miliar, lalu untuk Perum Perumnas 7 bidang tanah dan 3 bangunan di sejumlah daerah dengan nilai Rp 1,4 triliun, PT Danareksa berupa sarana prasarana di Batang senilai Rp 3,3 triliun, dan kepada Badan Bank Tanah berupa 6 bidang tanah di Karawang, Semarang dan Bali senilai Rp 265 miliar.

DPR Sentil BUMN Sakit Minta PMN

Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi NasDem Fauzi H. Amro mengkritisi langkah Kemenkeu dalam meminta suntikan modal negara untuk BUMN-BUMN yang bermasalah alias sakit tersebut. Seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang saat ini tengah terseret dalam kasus korupsi.

“BUMN yang menurut saya secara pribadi bermasalah secara hukum seperti LPEI. Artinya menurut saya ini kan kasusnya sudah panjang secara hukum. Persetujuan yes or no-nya kita nanti ini jangan sampai kita terlibat juga dalam proses. Yang hari ini sudah jelas Pak Rio, mereka bermasalah secara hukum tapi diajukan lagi,” kata Fauzi, dalam Raker bersama Menteri Keuangan di Senayan, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2024).

Ia juga turut menyoroti tentang PMN non tunai untuk Bio Farma. Fauzi menyinggung tentang kasus dugaan fraud yang tengah menyeret anak usaha Bio Farma yakni PT Indofarma Tbk dan anak usaha Indofarma yakni PT Indofarma Global Medika (IGM).

“Bio Farma misalnya, terlibat dalam pinjol. OJK-nya mitra kita. Kita cek juga dengan OJK ternyata memang ada atas nama personal tapi digunakan perusahaan, nah ini meminjam lagi ke PMN ke kita. Harusnya kita sarankan ke pinjol aja langsung sekalian tahap keduanya,” ujarnya.

Selain itu, ia juga menyinggung tentang permintaan PMN untuk Badan Bank Tanah. Adapun Bank Tanah sendiri pada periode sebelumnya juga telah sempat meminta penambahan PMN namun ditolak.

(shc/kil)

Sumber : Detik Finance