Jakarta
–
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan Ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 (Finance Minister and Central Bank Governors /FMCBG) di Rio de Janeiro, Brasil.
Dalam pertemuan itu, Perry menyuarakan pentingnya koordinasi kebijakan semua pihak dalam sektor keuangan untuk mengatasi masalah dan tantangan global. Pihaknya yakin perekonomian dapat tumbuh di tengah ketidakpastian global.
“Perekonomian global tumbuh resilien meski masih dibayangi oleh ketidakpastian yang berpotensi menahan prospek pertumbuhan jangka menengah. Untuk itu, BI menekankan pentingnya koordinasi kebijakan dalam mengatasi tantangan global,” tulis Bank Indonesia dalam keterangan resminya, Minggu (28/7/2024).
Pertemuan ketiga G20 FMCBG di bawah Presidensi Brasil dimaksud melanjutkan pembahasan berbagai agenda penting dibawah tema utama Presidensi, “Building a Just World and a Sustainable Planet”.
Topik yang dibahas meliputi prospek perekonomian global dan tantangan global yang tengah berlangsung, sektor keuangan dan inklusi keuangan, kerja sama perpajakan internasional, perubahan iklim, serta pembiayaan pembangunan berkelanjutan, aliran modal, dan utang global.
Dalam pertemuan tersebut, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral anggota G20 juga sependapat bahwa perekonomian global tumbuh dengan meyakinkan, namun masih dibayangi oleh ketidakpastian yang berpotensi mengganggu prospek pertumbuhan jangka menengah. Oleh karena itu, G20 sepakat untuk mengoptimalkan kerja sama internasional.
Pada forum tersebut, Perry juga menyampaikan ketidakpastian global, seperti divergensi kebijakan moneter dan tingginya utang publik di beberapa negara maju telah berdampak pada terbatasnya kemampuan negara berkembang dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu, Perry menyerukan agar negara maju melakukan langkah-langkah untuk mengatasi dampak tantangan global terhadap negara berkembang.
Caranya yang pertama adalah memperkuat transparansi kebijakan moneter untuk memberikan kejelasan respons dan arah kebijakan bagi pelaku di sektor keuangan, menjaga persepsi, dan meredakan reaksi pasar sehingga dapat memperkuat stabilitas global.
“Kedua, menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi tingkat utang yang berlebihan dan menerapkan kebijakan fiskal berkelanjutan yang lebih hati-hati. Ketiga, memperkuat koordinasi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter serta reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas,” kata Perry.
Di sektor keuangan, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral memandang ketahanan sistem keuangan global tetap terjaga ditopang regulasi dan pengawasan yang solid.
Ke depan, upaya memperkuat ketahanan di sisi operasional perlu terus menjadi perhatian sejalan dengan makin tingginya penggunaan teknologi digital. Bank Indonesia menggarisbawahi pentingnya asesmen risiko yang komprehensif, tata kelola yang baik, perencanaan penanganan dan pemulihan insiden siber yang efektif, serta ketersediaan teknologi dan infrastruktur yang mampu mitigasi risiko.
Lebih lanjut, dalam pembahasan terkait agenda inklusi keuangan, Indonesia menyambut baik kemajuan G20 Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI) dalam mendorong kemajuan inklusi ekonomi dan keuangan.
Indonesia menyampaikan bahwa pada Presidensi Indonesia 2022, Bank Indonesia menekankan tiga pendekatan untuk mendorong inklusi keuangan. Pertama, meningkatkan akses dan penggunaan produk dan layanan keuangan untuk mengembangkan UMKM dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat termasuk melalui literasi keuangan dan perlindungan konsumen.
Kedua, implementasi kebijakan makro prudensial untuk mendorong likuiditas penyaluran kredit yang dikoordinasikan dengan kebijakan fiskal. Ketiga, digitalisasi sistem pembayaran dengan dukungan infrastruktur keuangan digital serta kerjasama sistem pembayaran antarnegara.
(kil/kil)