Jakarta
–
Bank Dunia mengungkapkan harga beras Indonesia menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Keterangan itu pun dibantah oleh pemerintah.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyebut harga beras di ritel Singapura dan Malaysia berada di atas Indonesia.
“Misal SGD 11 per 5 kg di rak Supermarket berarti 11 x (kurs Singapura ke rupiah) Rp 11.700 รท 5 = Rp 25.740/kg. Iya memang (banyak negara ASEAN harga beras lebih mahal) kita lagi fokus kesejahteraan petani. Cek aja Singapura, Malaysia, harga shelving (rak di ritel) loh ya. Kalau (harga) di Jepang atau Korea itu udah pasti selangit, cek aja,” kata dia kepada detikcom, Kamis (26/9/2024).
Arief menjelaskan saat ini harga beras memang dinaikkan demi mensejahterakan petani padi. Namun, bukan tidak dilakukan perhitungan agar harga wajar baik di petani dan konsumen.
Hal ini menurutnya terbukti dengan inflasi pangan yang masih dinilai cukup terkendali. Arief juga menyebut dari sisi produksi kondisi Indonesia juga aman dan perlu digenjot agar melimpah dan tidak lagi impor.
“Beras Indonesia itu memang kita lagi naikin karena petaninya NTP kasih 110. Kita harus fokus mensejahterakan petani. Jika dikatakan harga beras Indonesia termahal, dia itu pengennya kita impor yang banyak sehingga harga jatuh, harga rendah. Orang Indonesia volatile food masih 3%, inflasi 2%, masa Bank Dunia nggak tahu. Dia itu dapat pesan supaya kita impor banyak. Jangan mau,” tuturnya.
Arief juga membantah tudingan dari Bank Dunia soal pendapatan petani di Indonesia di bawah rata-rata. Dia mengungkapkan berdasarkan publikasi terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) ‘Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 Tahap II’, menyebutkan rata-rata pendapatan usaha pertanian perorangan di Indonesia adalah Rp 66,82 juta per tahun.
Sementara jika menurut Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) tahun 2021, rata-rata unit usaha pertanian perorangan memperoleh pendapatan sebesar Rp 15,41 juta dalam setahun. Dengan itu dapat diartikan rerata pendapatan usaha pertanian perorangan telah mengalami peningkatan sampai lebih dari 4 kali lipat.
Kemudian, BPS juga mencatat dari seluruh usaha pertanian di Indonesia pada tahun 2023, sebanyak 68,10% termasuk dalam kategori petani skala kecil. Petani skala kecil di Indonesia disebutkan mampu memperoleh pendapatan sebesar 8,50 US$ PPP (Purchasing Power Parities) di mana 1 US$ PPP sama dengan Rp 5.239,05 sehingga menjadi setara dengan Rp 44.507 per hari kerja.
Di sisi lain, pada tahun 2023, petani yang tidak termasuk kategori petani skala kecil dilaporkan mampu memperoleh pendapatan sebesar 368,34 US$ PPP atau setara dengan Rp 1.929.764 per hari kerja.
“Ini naik signifikan karena pada 2021, menurut hasil SITASI, petani kategori ini kala itu hanya mampu menghasilkan pendapatan sebesar 106,54 US$ PPP atau setara dengan Rp 506.983 per hari kerja,” terang dia dalam keterangannya.
Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) mengungkapkan harga beras Indonesia menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Padahal menurut survei kesejahteraan petani Indonesia masih rendah.
“Konsumen Indonesia telah membayar harga tinggi untuk beras. Harga eceran beras di Indonesia secara konsisten lebih tinggi daripada di negara-negara ASEAN,” ungkap Country Director for Indonesia and Timor-Leste, World Bank, Carolyn Turk dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC), di The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9/2024).
Dia juga menyoroti kesejahteraan petani Indonesia yang dinilai masih di bawah rata-rata. Bahkan pendapatannya disebut di bawah US$ 1 per hari atau setara Rp 15.207. Dalam setahun diperkirakan hanya di bawah US$ 341 setara Rp 5 juta.
“Yang kita lihat adalah bahwa pendapatan banyak petani marjinal sering kali jauh di bawah upah minimum, bahkan sering kali berada di bawah garis kemiskinan. Menurut Survei Terpadu Pertanian 2021, yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari US$ 1 sehari atau US$ 341 setahun,” ungkapnya.
(ada/rrd)