Jakarta
–
Alasan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) pailit gara-gara Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dinilai mengada-ada. Pasalnya, peraturan itu baru terbit pada Mei 2024.
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dedi Irawan meragukan penerbitan Permendag 8/2024 jadi pemicu utama Sritex, yang sudah berdiri sejak 1966, pailit.
“Sulit membayangkan perusahaan sebesar Sritex bisa hancur karena peraturan yang baru 5 bulan. Menurut saya ini janggal sekali,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (29/10).
Dedi menduga pailit yang diderita Sritex murni karena kesalahan manajemen. Apalagi nama Sritex sempat melambung tinggi dalam 10 tahun terakhir.
Dedi mengingatkan bahwa pada Mei lalu Sritex pernah membuat rencana lini bisnis baru, yakni produksi pakaian alat pelindung diri (APD) dan masker kain. Rencana dibuat saat perusahaan tersebut resmi berstatus penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sementara.
Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) di bulan Mei, Sritex merasa rencana penambahan lini bisnis APD dan masker kain memiliki potensi pasar yang cukup baik untuk adaptasi kebiasaan baru di seluruh dunia.
Rencana proyek ini setidaknya butuh investasi sebesar Rp 280,5 miliar dan rencananya akan menggunakan dana internal perseroan, yaitu biaya modal sebesar 10,21 persen
“Jadi saya rasa ini murni karena masalah manajerial perusahaan. Sritex juga tercatat punya utang ke 28 bank dengan nilai mencapai Rp 12,7 triliun. Ini angka besar yang membutuhkan tim manajerial hebat,” tegasnya.
Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan sempat menyebut bahwa Permendag 8/2024 telah mengganggu operasional industridalam negeri.
Dia menilai Permendag 8/2024 telah membuat sejumlah pelaku usaha industri tekstil terpukul secara signifikan hingga pada akhirnya gulung tikar.
“Lihat aja pelaku industri tekstil ini, banyak yang kena, banyak yang terdisrupsi yang terlalu dalam sampai ada yang tutup,” tutupnya.
(ada/hns)