Jakarta
–
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 7 tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola emas 109 ton PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada periode 2010-2021. Mereka merupakan pelanggan jasa manufaktur unit bisnis pengolahan dan pemurnian logam mulia Antam.
Terkait hal tersebut, Corporate Secretary Division Head Syarif Faisal Alkadrie mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang tengah berjalan. Hal ini sekaligus sebagai jawaban atas permintaan penjelasan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Sehubungan dengan surat dari PT Bursa Efek Indonesia (BEI) No. S-07500/BEI.PP1/07-2024 tanggal 19 Juli 2024 perihal Permintaan Penjelasan Atas Pemberitaan di Media Massa, bersama ini disampaikan bahwa PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM/Perusahaan) menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan berkomitmen untuk bekerja sama dengan pihak-pihak yang terkait jika terdapat hal-hal yang diperlukan,” katanya dikutip dari keterbukaan informasi, Selasa (23/7/2024).
Dia menerangkan, sebagai perusahaan publik dan bagian dari BUMN Holding Industri Pertambangan, Antam terikat dengan berbagai ketentuan dan secara regular diawasi oleh instansi atau lembaga pemerintah yang berwenang.
“Perusahaan memastikan bisnis Logam Mulia ANTAM dan bisnis ANTAM secara keseluruhan berjalan normal dan Perusahaan senantiasa berkomitmen menerapkan praktik bisnis sesuai dengan tata kelola bisnis yang baik, serta terus melakukan perbaikan dengan mematuhi peraturan yang berlaku,” ujarnya.
Dikutip dari detikNews, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyebut para tersangka ini merupakan pelanggan jasa manufaktur unit bisnis pengolahan dan pemurnian logam mulia Antam. Harli membeberkan 7 tersangka itu, yakni LE, SL, SJ, JT, GAR, DT selaku Direktur PT JTU, dan HKT.
“Bahwa sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kapasitas sebagai pelanggan jasa manufaktur unit bisnis pengolahan dan pemurnian logam mulia PT Antam persero,” ujarnya.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan enam orang sebagai tersangka yang merupakan mantan General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam dari berbagai periode.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan kasus ini terjadi sejak 2010 hingga 2021. Dia mengatakan para tersangka itu melakukan aktivitas ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia dengan logo Antam.
Para tersangka diduga mencetak logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia (LM) Antam. Dia menyebutkan hal itu membuat Antam, yang merupakan BUMN, mengalami kerugian.
“Tersangka ini mengetahui bahwa pelekatan merek LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar,” ujar Kuntadi.
Dia menyebut emas 109 ton itu dicetak dalam berbagai ukuran. Emas ilegal itu diedarkan oleh para tersangka di pasar bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi.
“Para tersangka ini, maka dalam periode tersebut, telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton yang kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi,” ujarnya.
(acd/das)