Jakarta
–
Iklim investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas) dinilai masih kurang menarik bagi investor. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mendorong pembentukan satuan tugas (satgas) investasi hulu migas.
Luhut mengatakan saat ini, pihaknya tengah melihat aturan-aturan terkait investasi di hulu migas. Dia menyebut pihaknya tengah berunding dengan pihak-pihak terkait, termasuk Kementerian Keuangan.
“Ya, kami lagi bikin task force untuk itu, untuk melihat aturan-aturannya. Kita berbicara dengan Kementerian Keuangan, dan sebagainya,” kata Luhut kepada awak media, Jakarta, Selasa (31/7/2024).
Dia menyebut seharusnya Indonesia dapat menawarkan insentif lebih menarik lagi. Pasalnya, saat ini Indonesia menerapkan skema kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) dengan skema cost recovery. Bagi hasil dalam skema cost recovery sudah dipatok 85% untuk negara dan 15% (85:15) untuk perusahaan migas yang menjadi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Insentif ini berbeda jauh dengan negara Afrika yang menawarkan bagi hasil 60% untuk negara dan 40% untuk perusahaan migas yang berinvestasi. Untuk itu, Luhut menyebut Indonesia seharusnya lebih jelih dalam melihat perkembangan.
“Kita harus kasih insentif lebih bagus lah. Sekarang saya lihat malah Afrika itu lebih bagus dari kita. Afrika itu sudah malah berikan 60:40. Kita masih 85:15. Jadi, kita sekarang ini harus betul tajam melihat sekeliling kita,” imbuhnya.
Dia juga menyoroti regulasi yang berbelit-belit mengenai investasi di hulu migas. Rumitnya regulasi ini, menurut Luhut membuat lamanya persetujuan yang akhirnya mempersulit investasi di sektor hulu migas.
“Investasi dalam bidang migas, kenapa lama? Di peraturan dipakai waktu dulu mencari migas gampang. Sekarang banyak migas besar itu dari laut, laut dalam. Peraturannya masih sama. Ya kan nggak bener itu. Ya itu kita perbaiki sekarang,” terangnya.
Lihat juga Video: IPA Convex 2024 Jadi Momentum Bagi Ketahanan Energi Indonesia
(kil/kil)