Setoran Pajak Diprediksi Tak Tembus Target, Luhut Kasih Solusi Ini


Jakarta

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyoroti defisit APBN tahun 2024 yang diproyeksi lebih besar dari target yang ditetapkan. Menurut dia ini menjadi tantangan pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan dan keseimbangan anggaran negara.

Luhut menyebut kondisi ini terjadi seiring dengan penerimaan negara yang diproyeksi tidak mencapai target. Menurutnya salah satu penyebabnya adalah merosotnya setoran Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari sejumlah perusahaan.

“Hal ini terjadi seiring dengan pendapatan negara yang diproyeksi tidak mencapai target. Penurunan penerimaan terutama disebabkan oleh merosotnya setoran PPh badan dari perusahaan-perusahaan berbasis komoditas, yang terkena dampak penurunan harga komoditas secara tajam,” terang Luhut di Instagram nya @luhut.pandjaitan, Rabu (10/7/2024).

Oleh karena itu ia menekankan pentingnya digitalisasi yang diterapkan di semua sektor. Misalnya digitalisasi sektor mineral dengan penerapan Sistem Informasi Pengelolaan Batu Bara antar Kementerian dan Lembaga (Simbara).

Luhut menyebut pemerintah belum mengoptimalkan penerimaan dari sektor-sektor potensial seperti sawit, nikel, timah dan lainnya. Ia menyinggung banyaknya perusahaan yang belum memiliki NPWP sehingga tidak bisa ditagih PPh badan.

“Semua bertahap kita digitalisasi, dari Simbara dengan batu bara. Kemudian nikel, timah, kemudian sawit, itu kan penerimaan negara yang banyak potensi belum kita ambil. Masa ada sekian banyak perusahaan di kelapa sawit NPWP nggak punya, PPh badan semua kan nggak bisa ditagih,” ujar dia.

“Nah ini yang sekarang kita bereskan. Makanya GovTech itu menjadi isu pemerintah. Saya pikir kita nggak boleh bergantung pada harga komoditas. Efisiensi menjadi penting berbasis elektronik, GovTech itu, Simbara yang saya jelaskan tadi. Saya sih optimis itu angka bisa naik banyak,” sambung Luhut.

Jika sistem ini sudah bisa di implementasikan, Luhut percaya diri penerimaan pajak bisa ditingkatkan. Pada kesempatan itu ia menyampaikan rencana pemerintah mendorong alternatif pengganti bensin melalui Bioetanol.

Menurutnya, Selain mampu mengurangi kadar polusi udara, tingkat sulfur yang dimiliki bahan bakar alternatif ini juga tergolong rendah. Penggunaan Bioetanol juga dipercaya mampu menekan jumlah penderita ISPA, hingga bisa menekan pembayaran BPJS dan hemat sampai Rp 38 triliun.

“Kita juga sedang berencana untuk mendorong alternatif pengganti bensin melalui bioetanol. Selain mampu mengurangi kadar polusi udara, tingkat sulfur yang dimiliki bahan bakar alternatif ini juga tergolong rendah. Jika kita mampu melakukan ini, jumlah penderita ISPA bisa kita tekan dan pembayaran BPJS untuk penyakit tersebut bisa kita hemat sampai Rp 38 triliun,” jelas dia.

(ily/kil)

Sumber : Detik Finance