MA Buka Suara Soal Putusan Kilat Perkara Batas Usia Calon Kepala Daerah

Liputan6.com, Jakarta – Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial Sunarto mengatakan bahwa lembaganya memang bisa menyelesaikan perkara secara cepat.

“Bisa saja. Sekarang penyelesaian perkara sangat cepat di sini,” kata Sunarto saat ditemui usai menghadiri Peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung MA, Jakarta, Sabtu (1/6/2024).

Sunarto menyampaikan pernyataan tersebut untuk menanggapi pertanyaan di tengah masyarakat mengenai putusan lembaganya terkait aturan batas minimal usia kepala daerah yang diproses selama tiga hari, yakni sejak Senin (27/5/2024) dan diputus pada Rabu (29/5/2024).

“Repotnya, lambat dilaporin, cepat dilaporin. Jadi, repot,” kata dia menambahkan.

Walaupun demikian, ia menegaskan bahwa lembaganya berkomitmen untuk selalu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat yang mencari keadilan.

“Sehingga, kami akan, ya, asas peradilannya akan cepat, sederhana, dengan biaya ringan. Jadi, kalau cepat, menurut saya, ya, sesuai dengan asas peradilan,” ujarnya yang dikutip dari Antara.

Sebelumnya, MA dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 mengabulkan permohonan Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) terkait dengan minimal batasan usia calon kepala daerah.

MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016.

Oleh sebab itu, MA menyatakan bahwa pasal dalam PKPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai “… berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih”.

Pada akhir putusannya, MA juga memerintahkan KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020.

 

2 dari 2 halaman

ICW Desak KY Evaluasi Hakim MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai, putusan tersebut memberikan karpet merah untuk semakin meluasnya tentakel dinasti Presiden Jokowi.

“Melalui kandidasi Kaesang Pangarep selaku kepala daerah di akhir masa jabatannya sebagai kepala negara,” kata peneliti ICW, Seira Tamara dalam keterangannya, Sabtu (1/6/2024).

Oleh karena itu, ICW mendesak Komisi Yudisial untuk mengawasi dan evaluasi hakim MK yang memutus keputusan tersebut. “Dan melakukan pengecekan terhadap putusan dan hakim MA yang memutus,” kata Seira.

Selain itu, ICW mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar tidak masuk ke lubang yang sama seperti pada Pemilu 2024.

“KPU agar menolak untuk mematuhi putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang jelas-jelas merupakan orkestrasi untuk menyukseskan dinasti politik Presiden Jokowi yang tidak landasan hukum yang memadai,” kata Seira.

Selain itu, ICW juga minta Partai Politik bersikap kritis dan tidak turut melanggengkan dinasti politik.

“Dengan tidak mencalonkan figur yang memiliki afiliasi kekerabatan dan kekeluargaan dengan Presiden dan pejabat negara lainnya dalam kontestasi pilkada,” kata dia.

“Masyarakat untuk menentang secara masif keputusan dan manuver politik yang dilakukan semata-mata demi melanggengkan dinasti Presiden Joko Widodo,” pungkasnya.



Sumber : Liputan 6