Liputan6.com, Jakarta – Perludem mengkritik putusan Mahkamah Agung (MA) yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencabut aturan batas usia pencalonan kepala daerah. Menurut Perludem, usaha yang dilakukan Partai Garuda untuk menguji Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU 9/2020 memiliki kemiripan dan cenderung sama dengan apa yang pernah dilakukan dalam pengujian Pasal 169 huruf q UU No. 7/2017 tentang syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden melalui putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
“Pengujian ini mencoba mengotak-atik dan mencari celah peraturan perundang-undangan terkait pemilu/pilkada untuk kebutuhan kelompok tertentu. Terlebih lagi, Partai Garuda sebagai pemohon terlihat “memaksakan” dalil-dalilnya terutama terkait cara memaknai status “Calon Kepala Daerah”, kata Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati melalui siaran pers diterima, Jumat (31/5/2024).
Khoirunnisa mengingatkan, di dalam Pasal 1 angka 18 dan angka 19 PKPU 1/2020 sesungguhnya sudah terang dan jelas sejak kapan terjadinya perubahan status dari Bakal Calon Kepala Daerah menjadi Calon Kepala Daerah.
Sehingga ketentuan Pasal 7 huruf e UU 10/2016 seharusnya dimaknai sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk mendapatkan status Calon Kepala Daerah dan harus dipenuhi pada saat yang bersangkutan ditetapkan sebagai Calon Kepala Daerah.
“Perludem melihat MA telah mencampuradukkan antara syarat calon untuk menjadi kepala daerah dan syarat pelantikan calon kepala daerah. MA mencoba melandasi pertimbangannya dengan mencontohkan penerapan ketentuan persyaratan umur yang diatur terhadap jabatan-jabatan di dalam pemerintahan,” kritik Khoirunnisa.
Soal Persyaratan Calon Kepala Daerah
Jika ditelisik, lanjut Khoirunnisa, sejumlah ketentuan persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah secara tegas diatur pada bab III UU 10/2016 tentang Pilkada. Maka seharusnya, hal itu tidak ditafsirkan berbeda makna Pasal 7 huruf e yang termasuk dalam syarat calon.
“Jadi kami menilai MA telah gagal dalam menafsirkan ketentuan Pasal 7 huruf e yang mengatur syarat calon, bukannya syarat pelantikan calon terpilih,” tegas Khoirunnisa.
Khoirunnisa mengingatkan, akibat kegagalan MA menafsirkan poin tersebut maka terdapat konsekuensi hukum berbeda dan tidak dapat dicampur. Terlebih, UU Pilkada tidak mengenal adanya persyaratan pelantikan bagi calon terpilih setelah penetapan hasil oleh KPU.
“Sebab status calon terpilih hanya didapatkan oleh calon kepala daerah yang mendapatkan suara terbanyak setelah proses pemungutan suara, dan sudah ditetapkan KPU menjadi calon terpilih,” jelas Khoirunnisa.
“Atas dasar itu, kami menilai KPU tidak dapat menindaklanjuti putusan MA terkait sebab sifatnya yang menyebabkan perubahan frasa pasal a quo menjadi bertentangan dengan ketentuan UU Pilkada,” Khoirunnisa menandasi.
MA Putuskan Batas Usia Calon Kepala Daerah Dihitung Saat Pelantikan
Diketahui, Mahkamah Agung (MA) resmi mengabulkan gugatan Partai Garuda tentang batas usia kepala daerah, baik calon gubernur dan wakil gubernur. Sehingga, untuk mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur tak harus berusia 30 tahun.
Dalam putusan MA, mereka yang baru berusia 30 tahun pada saat pelantikan dilakukan, bisa mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.
Putusan tersebut tertuang dalam putusan Nomor 23 P/HUM/2024 diketok pada 29 Mei 2024.
“Kabul permohonan,” demikian dikutip dari laman MA, Kamis (30/5).
Pemohon adalah Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana. Ahmad Ridha juga merupakan adik politikus Gerindra, Ahmad Riza Patria.
Adapun yang mengadili adalah ketua majelis hakim Yulius dengan anggota Cerah Bangun dan Yodi Martono Wahyunadi.
Perubahan Pasal
Dalam putusan tersebut, MA menyatakan bahwa pasal 4 ayat (1) huruf d dalam Peraturan KPU RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan atau wali kota dan wakil wali kota, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UU Nomor 10 tahun 2016. Atas adanya putusan tersebut, aturan KPU diubah.
Sebelumnya, bunyi pasal 4 ayat (1) huruf d: berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon.
Jika mengacu pada aturan tersebut, mereka yang sudah berusia 30 tahun baru bisa mendaftar gubernur atau wakil gubernur. Lalu berusia 25 tahun untuk bupati atau wakil bupati dan setingkatnya.
Namun aturan tersebut diubah oleh MA menjadi:
Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih.
Perubahan ada pada frasa ‘terhitung sejak penetapan’ menjadi ‘terhitung sejak pelantikan’.