Jakarta, CNN Indonesia
—
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus sekaligus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasto dijerat sebagai tersangka suap kepada komisioner KPU periode 2017-2022 Wahyu Setiawan dan perintangan penyidikan kasus mantan caleg PDIP Harun Masiku.
Pertama, pertama untuk kasus suap terhadap Wahyu Setiawan tertuang dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yaitu Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
Hasto diduga terlibat aktif dan menyiapkan sejumlah uang untuk mempengaruhi keputusan pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR dari PDIP.
Hasto berupaya agar Harun Masiku bisa menggantikan Nazaruddin Kiemas, caleg PDIP terpilih dari Dapil Sumsel I, yang meninggal dunia.
Padahal, posisi Nazaruddin mestinya digantikan Riezky Aprilia yang memperoleh suara terbanyak kedua dari dapil yang sama, yakni 44.402. Sementara, Harun yang hanya memperoleh sekitar 5 ribu suara.
“Bahwa yang seharusnya memperoleh suara dari Nazaruddin Kiemas (alm) adalah Riezky Aprilia. Namun, ada upaya dari Hasto untuk memenangkan Harun Masiku,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto.
Sejumlah upaya dilakukan Hasto untuk memenangkan Harun yakni dengan mengajukan judicial review ke MA pada 24 Juni 2019. Lalu, menandatangani surat DPP PDIP tertanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan judicial review.
“Selain upaya-upaya tersebut, Hasto secara paralel mengupayakan agar Riezky mau mengundurkan diri untuk diganti Harun Masiku. Namun upaya tersebut ditolak Riezky,” ujarnya.
Setyo menyebut Hasto juga memerintahkan Saiful Bahri dan anak buahnya, Donny Tri Istiqomah untuk menyuap Wahyu Setiawan.
Ia menyebut Hasto meminta Donny untuk melobi Wahyu agar menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih dari Dapil I Sumsel.
“Kemudian dari proses penyidikan ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap berasal dari saudara HK,” kata Setyo.
Dalam kasus dugaan suap ini, orang kepercayaan Hasto, Donny Tri Istiqomah juga ditetapkan sebagai tersangka.
Perintangan penyidikan Harun Masiku
Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan Harun Masiku, Hasto diduga telah memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon genggam miliknya untuk menghilangkan bukti dan menyuruhnya segera melarikan diri.
Hal tersebut terjadi pada 8 Januari 2020 pada saat tangkap tangan oleh KPK.
Atas perbuatannya tersebut Hasto dinilai telah melakukan perintangan penyelidikan kasus yang menjerat Harun Masiku.
“Saat proses tangkap tangan oleh KPK, saudara HK memerintahkan salah satu pegawainya di Jalan Sultan Syahrir yang biasa digunakan sebagai kantor, menelpon HM (Harun Masiku) dan memerintahkan supaya merendam HP ke air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.
Hasto juga diduga telah melakukan upaya penghilangan barang bukti pada 6 Juni 2024 saat dirinya hendak diperiksa KPK.
Ia disebut memerintahkan pegawainya merendam HP agar bukti-bukti tidak diketahui KPK.
“Sebelum HK diperiksa KPK, memerintahkan pegawai merendam HP yang dalam penguasaan pegawai tersebut agar tidak diketahui KPK,” ujarnya.
Penetapan Hasto sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan tercantum dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yaitu Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
Gelar perkara atau ekspose terkait Hasto dilakukan KPK pada Jumat, 20 Desember 2024 lalu.
Bersamaan dengan status sebagai tersangka, KPK juga melakukan pencegahan terhadap Hasto untuk keluar negeri selama enam bulan.
Ia dicekal dengan sejumlah orang berkaitan yang dinilai memiliki informasi atas kasus ini.
Hasto sendiri sudah beberapa kali diperiksa penyidik KPK sejak Januari 2020 lalu. Terakhir kali, Hasto diperiksa pada Juni 2024 lalu.
Harun Masiku sendiri merupakan eks calon anggota legislatif dari PDIP yang berstatus buron selama lima tahun. Ia diduga menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa menetapkannya sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR tetapi meninggal dunia.
Harun Masiku diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta sebagai pelicin untuk melesat ke Senayan.
(mnf/fra)