Liputan6.com, Jakarta – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP Arwani Thomafi menyatakan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) II yang digelar di Ancol, Jakarta Utara fokus membahas evaluasi capaian Pemilu dan Pilkada 2024.
Hal ini mempertegas bahwa tidak ada pembahasan soal kandidat calon Ketua Umum PPP dalam mukernas kemarin.
“Jadi memang secara resmi juga nggak ada yang menyebutkan nama tokoh calon Ketum PPP. Bahwa ada (pembicaraan) terkait sejumlah nama itu di luar forum resmi Mukernas,” jelas Arwani dalam siaran pers, dikutip dari Antara, Minggu (15/12/2024).
Selain evaluasi PPP di pilkada dan pemilu, agenda mukernas kemarin juga membahas soal rencana gelaran Muktamar ke X yang akan berlangsung usai Lebaran 2025 mendatang.
Dalam muktamar tersebut, lanjut Arwani, para peserta berpeluang mengambil keputusan apapun, termasuk merubah AD/ART partai.
Nantinya, perubahan AD/ART ini jadi pintu masuk bagi tokoh baru, termasuk tokoh yang sudah beredar di media untuk menjadi calon ketua umum PPP.
Namun, dia memastikan untuk saat ini pihaknya masih menggunakan AD/ART yang lama sebagai acuan digelarnya Muktamar ke X nanti.
Arwani sendiri tidak menampik ada nama nama besar yang beredar yang digadang-gadang menjadi Ketua Umum PPP di antaranya Gus Taj Yasin, Sandiaga Uno, Dudung Abdurrachman, Syaifullah Yusuf hingga Ahmad Baidowi.
Arwani pun tidak mau memberi komentar terlalu jauh terkait nama-nama tersebut dan menyerahkan seluruh keputusan pada hasil dari Muktamar ke X mendatang.
Kata Mardiono soal Nama Non Partai Masuk Bursa Ketum PPP
Sebelumnya, Plt Ketua Umum PPP, M Mardiono angkat bicar soal ada pihak luar ingin maju sebagai calon ketua umum partainya.
Menurut dia, mereka harus menjadi kader PPP terlebih dahulu dan mengikuti AD/ART yang berlaku.
“Tidak adalah partai politik yang kemudian menutup orang lain, kita terbuka. Tetapi memang ada mekanisme di dalam anggaran dasar, anggaran dan tradisi. Bukan hanya suatu mekanisme,” kata Mardiono usai Mukernas PPP di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (14/12/2024) malam.
“Bahwa kemudian ada wacana ya misalnya yang saat ini tidak menjadi kader, kemudian ingin masuk di partai. Itu boleh kita secara terbuka. Tapi memang ada prosesnya,” sambungnya.
Dia menilai, tak rasional jika ada orang luar ingin memimpin atau menjadi ketua umum PPP tapi tidak tahu kondisi internal.
“Kan juga tidak mungkin ya kalau orang yang belum tahu tentang PPP tetapi akan memimpin PPP, kira-kira rasional atau tidak? Orang yang belum tahu tentang dinamika, tentang tradisi politik, tentang karakteristik politik kemudian orang itu misalnya akan memimpin,” ungkapnya.
Mardiono Sangsi Ada Kader Baru Bisa Memimpin
Menurutnya, tidak ada juga partai politik lain yang sudah lama eksis tiba-tiba dipimpin orang di luar partai.
“Dan saya belum pernah ada lihat partai-partai politik lama atau yang eksis saat ini kemudian tiba-tiba orang lain, misalnya yang saya sebut orang lain namanya kader baru, kemudian tiba-tiba memimpin. Itu menurut pandangan pikiran saya dan rekan-rekan memang sulit untuk bisa dipahami,” tegasnya.
“Kader yang sudah berpuluh-puluh tahun mengabdi ini saja belum tentu bisa memahami secara totalitas, apalagi misalnya orang lain. Tetapi sekali lagi tidak menutup. Bahwa di dalam muktamar itu kemudian atas hal kesepakatan, yes. Tapi kesepakatan itu tidak boleh keluar dari haluan-haluan konstitusi sebuah partai,” imbuhnya.