Mengejar Target Ambisius Swasembada Pangan 2027


Jakarta

Presiden Prabowo Subianto menargetkan Indonesia bisa mencapai swasembada pangan dalam waktu singkat. Komitmen ini adalah salah satu visi-misinya yang diungkapkan sejak dilantik menjadi Presiden ke 8 Indonesia.

Swasembada pangan menjadi salah satu tujuan besar bagi Indonesia, terutama dalam upaya memastikan ketersediaan pangan nasional tanpa ketergantungan pada impor. Untuk itu pemerintah menargetkan Indonesia bisa memenuhi sendiri kebutuhan pangan bagi masyarakat.

Untuk mencapai itu, Prabowo pun membentuk Kementerian khusu di bidang pangan yakni Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Menteri yang ditunjuk menjalankan kementerian baru tersebut adalah Zulkifli Hasan, mantan Menteri Perdagangan era Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi).

Kepada detikcom pria yang akrab disapa Zulhas itu mengungkapkan bagaimana arahan penting dari Prabowo untuk mencapai swasembada pangan, cara mencapai cita-cita tersebut hingga Indonesia tak lagi bergantung pada impor pangan.

Sudah sebulan lebih jadi Menko bagaimana rasanya?

Saya terus terang bukan soal Menko-nya, tapi bidangnya ini saya punya passion di situ. Presiden perintahkan saya membantu beliau di bidang pangan. Inilah cita-cita saya masuk politik sebetulnya 25 tahun yang lalu itu mau membela rakyat yang bergerak di bidang pangan. Ada petani, ada padi, ada jagung, ada singkong, ada kopi, ada coklat, ada kelapa, ada cengkeh. Karena ini menyangkut hajat hidup sebagian besar rakyat Indonesia, dan sebagian besar juga masuk kategori yang kurang beruntung dalam kesejahteraannya.

Walaupun saya tahu petani Indonesia itu termasuk petani yang paling rajin di dunia. Saya tahu persis, tapi tidak terefleksi dengan hasilnya. Karena kadang-kadang kebijakan-kebijakan kita itu tidak tepat, dan itu yang saya perjuangkan tahun 2004 waktu menjadi anggota DPR. Itulah alasan saya masuk politik. Karena itu saya ditunjuk Pak Prabowo di bidang ini, saya bahagia sekali.

Jadi senang ada di Kemenko Pangan ya?

Ya, karena inilah yang saya cita-citakan, saya bisa membantu mereka secara langsung.

Boleh cerita dikit waktu kemarin pembekalan di Magelang? Apa momen paling berkesan selama 3-4 hari itu?

Ya, semuanya. Karena kan kita pengalaman baru, hampir semua berkesan karena kita kan pengalaman baru ya. Kita latihan baris-berbaris, kita makan diatur. Semuanya buat kita itu sesuatu yang baru ya. Tetapi yang paling penting di situ bisa memberikan pemahaman, kesadaran bahwa kita ini satu tim. Kementerian apapun, badan apapun, dari mana pun kita, kita sekarang satu tim dengan tujuan yang sama.

Semua yang berada di sana itu namanya pembantu presiden. Oleh karena itu goal kita, tujuan kita sama, itu yang paling penting, sehingga tidak ada ego sektoral, tidak ada kebijakan-kebijakan satu dengan lain yang bertentangan. Tapi harus sama-sama saling mendukung, karena itu sudah kata kunci. Kata kuncinya adalah kerjasama. Misalnya pertanian, produksi pertanian akan naik kalau tidak mungkin Menteri Pertanian, Menteri Pertanian dia bisa apa kalau sendiri?

Pupuk tergantung BUMN pupuk, irigasi tergantung (Kementerian) PU, bibit ada BRIN, dia tidak boleh mengembangkan bibit lagi. Irigasi ada pemerintah kabupaten, ada pemerintah provinsi, ada pemerintah pusat. Jadi banyak sekali pihak yang terkait agar kita bisa swasembada beras misalnya. Belum pangan yang lain, belum nanti peran bulog. Itu juga akan menentukan.

Jadi kata kuncinya banyak sekali yang terlibat, kalau ini tidak satu visi, satu misi, satu irama, kita sebagaimana perintah Bapak Presiden, kita akan swasembada pangan di 2028 kan, maju lagi jadi 2027. Jadi, ini tidak mudah gitu. Tapi bukan tidak bisa, bisa insyaallah. Kata kuncinya aturan yang menghambat, dan kita semua kerja sama fokus untuk menuju swasembada pangan itu.

Kemenko Pangan ini nomenklatur baru. Pak Prabowo kasih target konkret apa, mungkin dalam 100 hari ada target?

Lebih dari 100 hari ini, 2027 ini pendek sekali, sebentar lagi sudah 2025, 2026, sampai 2027. Dua tahun saja, tidak ada ratusan hari lagi. Sudah full gas, tidak ada lagi waktu kita untuk jeda.

Di 2027 target swasembada pangan, apakah bisa?

Bisa, insyaallah.

Itu pangan apa kalau boleh dielaborasi?

Padi, jagung, gula menuju.

Jadi nanti padi, jagung, gula itu tidak ada impor lagi di 2027?

Kita berusaha keras agar tidak ada impor lagi di 2028, sebenarnya 2027 akhir ya. Kalau ada impor pun artinya sedikit.

Terkait pangan ini, apa saja tupoksinya sebagai nomenklatur baru? Apa bedanya dengan Kemenko yang sebelumnya?

Ini khusus pangan saja. Jadi menangani kelautan, karena pangan itu tidak hanya beras. Ada ikan, tentu ada beras, sayuran, hortikultura, produk-produk laut, produk-produk ikan yang dikembangkan di darat, jagung, juga buah-buahan. Pangan itu dalam artian luas, tidak hanya beras saja. Itu semua yang kita harus mampu, kita produk sendiri.

Output konkretnya berarti memastikan supaya pangan ini harganya terjaga kah?

Kita mampu memproduksi buat kebutuhan kita sendiri, jadi berdaulat di bidang pangan. Ini swasembada pangan dalam artian luas. Kita akan mengembangkan banyak. Dulu di Jawa tambak udang windu yang sudah tidak produktif. Nah, sekarang akan digencarkan oleh Menteri Kelautan untuk dibangun menjadi tambak-tambak yang modern, sehingga nanti kita akan menjadi negeri yang memiliki tambak memproduksi ikan, yang menjadi eksportir insyaallah yang terbesar di dunia.

Belum nanti di pantai-pantai kita yang besar kita juga mulai akan mengembangkan garam, juga udang itu akan dikembangkan oleh Menteri Kelautan yang sekarang sedang gencar. Bahkan ada beberapa BUMN kita yang sudah berubah menjadi BUMN di bidang pangan. Ada yang di bidang perikanan, ada juga yang di bidang hortikultura lainnya.

Target yang sungguh sangat besar sekali sebenarnya kalau kita bicara pangan. Bagaimana memastikan kecukupan itu untuk dalam negeri? Karena selama ini kita susah?

Saya percaya bisa, karena Pak Presiden luar biasa.

Caranya bagaimana?

Pak Presiden itu komitmennya terhadap swasembada pangan di mana-mana itu luar biasa. Di G20 beliau ngomong itu, di APEC beliau ngomong itu, dilantik di MPR beliau ngomong itu. Jadi memang fokus kita swasembada pangan, dan kita punya semuanya.

Bagaimana caranya?

Kalau sawah ada dua pendekatan. Pertama optimalisasi,kita punya sawah banyak, ada juga yang irigasinya belum ada. Jadi misalnya sawah luas seribu hektare, dari seribu hektare itu ada yang bisa ditanami sekali, ada yang dua kali, ada yang tiga kali tergantung irigasinya. Nah, selama ini ada yang tiga kali, ada yang dua kali, ada yang satu kali. Yang satu kali artinya irigasinya belum bagus, belum ada. Ini yang kita perbaiki, namanya optimalisasi.

Kedua, cetak sawah baru. Itu di Merauke. Ada beberapa tempat buka sawah baru, ada di Kalimantan Barat, ada di Kalimantan Tengah. Tapi yang paling besar di Merauke.

Nah kalau itu berjalan dengan baik pupuknya, kalau kemarau rantainya mengular panjang. Pupuk itu harus ada surat keputusan (SK) Bupati, SK Gubernur, SK Menteri Perdagangan, SK Menteri Keuangan, ruwet, ini kita pangkas dan sudah selesai. Saya rapat koordinasi kemarin, pupuk besok dari SK Mentan, langsung Pupuk Indonesia, langsung ke pengecer. Berapa banyak itu yang dipangkas? Biasanya kebijakan-kebijakan selalu curiga kepada rakyat. Padahal kan rakyat kita ini paling jujur, jadi saya bilang pangkas.

Kita harus berprasangka baik kepada rakyat kita. Rakyat kita itu baik, jujur, pejuang. Oleh karena itu, yang bupati, gubernur, kementerian terkait, dipangkas. Mentan langsung kasih pupuk, pupuk langsung kepada pengecer yang di lapangan. Kalau tidak sampai, pupuk kita gantung.

Tapi faktanya di lapangan itu kerap kali yang kejadian. Artinya apa yang menggaransi?

Itu makanya kenapa kita tidak bisa swasembada. Tapi kalau sekarang, semua ngomongnya pangan. Yang tidak concern, yang tidak mau kerjasama, apalagi tidak mendukung mesti ditendang jauh-jauh.

Pak Jokowi juga waktu itu bahas pangan juga kok?

Yang lalu fokus infrastruktur. Kalau sekarang, kita fokus adalah swasembada pangan. Ya kan, baca nggak? Jadi kita fokus perintah presiden, swasembada pangan sampai 2027.

Fakta di lapangan saat ini juga dilihat produksi padi itu agak sulit ditingkatkan karena juga banyaknya alih fungsi lahan. Ini pendekatan apa yang dilakukan pemerintahan?

Memang kalau kita mengandalkan Pulau Jawa, ini kan buat tinggal saja sudah tidak layak. Kamu kalau lari di Gelora Bung Karno (GBK), bisa kena infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), kan? Polusinya 150 ke atas. Jadi, kita memang mempertahankan yang Jawa.

Oleh karena itu, Jawa itu mestinya untuk pusat keuangan, industri yang high-tech, yang ramah lingkungan, kemudian untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Sementara yang polusinya tinggi, mestinya ini sudah mulai ditata. Kita harus bagi kluster.

Sementara pangan, itu kita punya masa depan ada di Kalimantan, ada di Papua yang luas. Jadi kalau mengembangkan lahan baru di Jawa tidak mungkin. Kita berusaha keras menahan yang ada saja sudah cukup bagus.

Jadi pendekatan pemerintahan adalah membangun lebih banyak di luar Jawa?

Iya, harus mulai. Lihat dulu Eropa itu perang saudara harus memikirkan. Akhirnya menemukan Amerika, menemukan benua Australia, menemukan sampai ke sini menjajah kita, ya kan? Yang terjadi, Australia jadi maju, Amerika jadi negara maju karena serius membangunnya. Kita ada Papua, kita ada Kalimantan. Baru bikin ibu kota, ributnya minta ampun.

Nah, Papua begitu luas, kenapa kita tidak seriusin? Nah, ini mulai ya. Kita akan cetak sawah di sana, menurut Pak Mentan itu totalnya hampir 1 juta hektar di Merauke. Totalnya 1 juta hektare di Merauke.

Juga soal makan bergizi gratis (MBG)?

Pada akhirnya ke sana. Semua yang kita lakukan ini kita ingin tidak ada masyarakat atau rakyat Indonesia yang kurang gizi. Tidak ada rakyat kita yang tidak makan, itu perintah Presiden. Tidak ada rakyat kita yang kelaparan, itu perintah beliau. Oleh karena itu kita harus swasembada. Jadi program pokoknya, utamanya Pak Presiden diperintahkan oleh seluruh pembantunya adalah swasembada pangan yang di bidang saya.

Apakah semua suplai untuk program MBG ini harus pangan lokal?

Tentu nanti disesuaikan. Itu kan ada ahli gizinya. Disesuaikan misalnya di Jawa ini cari ayam, cari telur lebih mudah. Tapi kalau di Maluku, daerah-daerah pantai belum tentu suka makan daging ayam, sukanya ikan. Di Jawa mungkin belum tentu suka ikan, tapi sukanya mungkin tempe dan tahu.

Tapi bisa dibilang tidak ada pangan impor dalam program Makan Bergizi Gratis?

Ya, kita lihat, kan kita belum swasembada. Bagaimana saya jamin tidak ada impornya?

Termasuk sapi tadi, ya?

Ya kan tetap masih ada impor, hanya nanti di 2027 kita akan bekerja keras mulai 20 Oktober untuk swasembada. Tidak bisa ngomong sekarang, hari ini tidak boleh makan lagi, kamu tidak makan roti nanti. Karena terigunya masih impor. Tidak mungkin besok langsung, tidak bisa. Perlu waktu. Oleh karena itu 2027 itu sudah suatu kerja yang luar biasa. Tapi saya percaya bisa.

Oke, kita catat untuk kita cek lagi nanti di 2027 ya?

Ada pendukungan kebijakan, dipermudahkan dalam aturan-aturan itu saya rasa bisa.

Kalau dalam bentuk kebijakan atau aturan ada butuh produk seperti apa lagi?

Contoh tadi misalnya ya, irigasi. Irigasi itu kalau seribu hektare bupati. Bupati mana mau mengurus irigasi, karena itu pilihan, kan? Akhirnya sawah kita cuma satu kali panen. Seribu sampai tiga ribu misalnya gubernur. Gubernur juga mana mengurusi irigasi. Nah, ini harus kita tata. Siapa yang tanggung jawab? Di mana tempatnya? Di mana anggarannya? Kapan selesai? Di mana tempat yang irigasinya belum bagus?

Kalau Bulog masih fungsinya seperti sekarang, komersil, bagaimana dia mau beli jagung? Petani kita tanam jagung, panen, harganya tidak laku. Terus, masa dia mau tanam jagung lagi? Ya, kita bagaimana swasembada kalau seperti itu? Sudah tanam, tidak ada yang beli. Habis itu dia tidak mau tanam lagi. Akhirnya kita impor lagi, kan? Nah, saya sudah bikin rapat kita akan transformasikan Bulog. Jadi fungsinya stabilisasi lagi. Nanti kita akan bahas.

Selama ini bergeser fungsinya berarti?

Ya, setelah IMF itu dia bisnis, bayar bunga, rugi, tidak mau dong. Kalau rugi, nanti dia diganti. Orang perusahaan-perusahaan usaha bisnis, komersil. Nah, ini kita akan tata kembali, Bulog nanti fungsinya sebagai stabilisasi. Dia harus bisa beli jagung petani walaupun jualnya rugi, itu namanya subsidi.

Misalnya beli jagung-jagungnya Rp5.000, jualnya Rp 4.000. Kalau komersil, masuk penjara. Tapi kalau fungsinya stabilisasi, beli Rp 5.000, petani senang, jual Rp 4.000, subsidi Rp 1.000. Yang disubsidi petaninya. Jadi kita mesti perbaiki.

Kita boleh mengakui yang baik, kan. Dulu saya akui, sangat serius, bendungannya, irigasinya, Bulognya, AUD-nya. Sekarang 25 tahun kita ini tidak memperbaiki secara mendasar irigasi kita, sarana dan prasarana pertanian, penelitian. Kita udah 10 – 15 tahun bibit padi itu tidak ada yang baru. Tidak pernah meneliti lagi, karena pertanian itu belum meneliti bibiti. Sekarang penelitian adanya di BRIN.

Saya baca BRIN, apa yang diteliti? Moderasi Islam, bagaimana coba? Moderasi beragama bicaranya. Padahal kita perlunya bibit varietas padi unggul, bibit varietas tebu unggul. Jadi ini mesti didudukkan. Kan nggak bisa dong Menko sendirian. Ini harus kita benahi. Jadi kemampuan manajerial untuk mengoordinasikan ini dan membenahi aturan itulah.

Soal komunitas pangan untuk ekspor. Ada yang jadi target untuk bisa digenjot sebagai salah satu sumber neraca dagang kita juga?

Ini nanti kalau sudah bergerak semua, aturan kita perbaiki. Nilai tukar pertanian sekarang 110, sudah lumayan bagus. Tapi nilai tukar perkebunan itu 150, untung besar kalau buka perkebunan. Maka kita akan mengembangkan dulu yang orang Barat datang ke sini itu, tanaman cengkeh, tanaman coklat, tanaman kopi, tanaman lada.

Kelapa kemarin US$ 2 miliar. Kelapa itu Allah yang tumbuhkan, Allah yang turunkan, jatuh sendiri, hidup sendiri. Itu bisa US$ 2 miliar. Nah, bagaimana kalau kelapa, kita seperti Thailand misalnya, atau seperti negara lain. Empat tahun pendek, sudah buahnya banyak. Ini kan kita belum pernah. Kelapa kita itu tinggi-tinggi, buah sendiri, jatuh sendiri, tumbuh sendiri. Ini kalau kita ikut pengembangan bibit itu bagus.

Sekarang ada di Medan itu pandan wangi. Empat tahun panen, buahnya bagus, airnya wangi. Itu mahal sekali harganya. Nah kalau rakyat kita itu kita latih, berikan bibit yang bagus, cara tanam yang bagus, nanti pasca panen juga dilatih dengan baik. Di Lampung itu kopinya bagus, di Sulawesi itu coklatnya bagus, di Sulawesi Utara itu kita punya cengkeh nomor satu di dunia. Kalau ini kita kembangkan semua, kenapa nggak bisa ekspor?

Artinya pendekatannya komoditas perkebunan yang akan digenjot untuk ekspor?

Perkebunan juga. Perkebunan itu perkebunan rakyat. Nah, itu dinilainya 150. Jadi kalau satu hektar saja, sudah bisa menyekolahkan anak ke Jawa tuh, sudah bisa beli motor, sudah makmur.

Dulu kita bisa melakukan itu?

Dulu iya. Dulu kan semua tanaman keras kebanyakan. Saya biasa kecil petik kopi. Saya mengerti petik kopi. Tapi dulu kopinya empat meter. Sekarang kopinya ada kopi ateng. Kopi ateng pendek, buahnya banyak, bagus-bagus. Nah itu teknologi.

Jadi ke depan nggak ada lagi nih pangan langka yang ditemukan di pasar? Harga tinggi?

Tidak ada pangan langka. Cuma sebagian besar impor. Anda tahu nggak impornya berapa? 30 juta ton. Ada terigu, ada gula, ada buah-buahan, ada sayur-sayuran. Totalnya beratnya 30 juta ton. Sama dengan produksi kita padi 30 juta. Nah ini kita coba. Tentu tadi itu ya. Semangatnya, kuncinya itu adalah kolaborasi, kerjasama gitu ya. Kerjasamanya wajib, yang nggak mau ya nanti kita minta ganti sama Pak Presiden. Gitu kira-kira.

Jadi janji pemerintah tidak akan ada pangan langka lagi?

Swasembada pangan 2027, insyaallah.

Swasembada pangan ini outputnya berarti pangannya murah tapi baik harganya untuk petani?

Bukan murah, ekonomis. Murah itu nanti petaninya bangkrut. Saya itu dimarahin orang terus. Ini harganya terlalu murah, habis jadi maki-maki.

Karena gini, kalau barang itu cabai terlalu murah, itu nggak bisa ditolong. Petaninya langsung bangkrut tanahnya diambil bank, disita, itu kalau harga pangan murah. Misalnya cabai itu biasanya Rp 50.000, ini cuma Rp 20.000, panen petaninya, langsung itu dia kan utang bank atau tengkulak. Nggak bisa bayar tanahnya diambil orang. Nggak ada obat. Langsung miskin.

Tapi kalau harga ketinggian, harus ada instrumennya. Begitu inflasi naik, kita ada subsidi. Pemerintah daerah bisa subsidi ongkosnya, pupuknya, sehingga harga bisa turun.

Tapi kalau terlalu murah, waduh itu jadi deflasi itu berat sekali sebetulnya. Makanya kalau berat deflasi berturut-turut beberapa bulan, itu ekonomi bisa anjlok. Jadi jangan salah pengertian. Artinya harga murah itu belum tentu juga bisa menolong yang lain. Harga ekonomi.

Adil untuk petani, adil untuk masyarakat juga?

Kalau yang beli aja yang murah, petaninya gimana? Nggak ada yang menanam jagung.

Ada yang mau disampaikan lagi?

Saya kenapa dari dulu cita-cita saya memang masuk politik mau di bidang pangan, saya itu di kampung di desa saya, itu bapak saya bilang, kalau habis pulang sholat subuh, habis pulang sholat magrib, jalan kaki agak jauh. ‘Itu nak liat.’ Saya waktu itu usia 6 tahun. 6 tahun, 7 tahun. ‘Nak ini lihat coba saudara kamu.’.

Kalau petani itu coba habis subuh ke kebun, ke ladang. Nggak pakai baju. Dulu nggak pakai baju, udah bawa cangkul. Bawa golok sininya, gelap, pergi gelap, badan gelap. Nggak matahari kan pulang gelap. Udah mau gelap baru pulang, rezekinya gelap.

Maka kata bapak saya, ‘Kamu merantau ke Jawa sekolah. Nanti kalau kamu udah maju, udah bisa maju, bantu nih saudara kamu.’. Jadi sampai sekarang saya hafal itu. Ini masih teringat omongan bapak saya, almarhum ya. Jadi saya punya utang janji sama petani dan sama orang tua saya.

Maka saya bahagia bisa dipercaya Bapak Presiden di bidang ini dan saya tentu tidak akan tawar-tawar dengan segala risikonya saya akan hadapi. Berjuang membela petani Indonesia.

Dengan dukung Bapak Presiden yang luar biasa di mana-mana beliau memberikan penyataan, swasembada pangan di nasional maupun dunia internasional, bahkan di APEC dan G20. Saya yakin kita akan swasembada pangan 2027.

Sumber : Detik Finance