Liputan6.com, Jakarta Jakarta kembali memanas di media sosial usai munculnya program santunan janda yang digagas oleh pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono (Rido). Program ini menuai kontroversi dan memancing reaksi keras dari masyarakat.
Tagar seperti #JKTKagakRIDO, #JKT1TUORANY3, #R1DOMusuhJakman1a_, dan #JKTKOTAGU3 ramai digunakan oleh warganet sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan yang dinilai tidak jelas arah dan manfaatnya.
Tagar lainnya, #JKT1TUORANY3 dan #JKTKOTAGU3, yang masing-masing mencatat lebih dari 2.900 postingan. Banyak warganet menilai program ini tidak relevan dengan kebutuhan Jakarta yang lebih mendesak.
“Pembangunan Jakarta malah diarahin ke yang nggak ada hubungannya sama kemajuan kota,” tulis @KritikusKota.
Kritik utama yang muncul adalah kurangnya transparansi dan aturan yang jelas dalam pelaksanaan program ini. Banyak yang mempertanyakan siapa yang berhak menerima bantuan, bagaimana mekanisme distribusinya, dan dari mana dana tersebut berasal.
“Ini program apaan sih? Janda mana yang dibantu? Apa kriterianya? Jangan-jangan cuma buat geng sendiri,” tulis akun @JakartaSinis, yang mendapat ribuan likes.
Pengamat Politik Indonesia Public Institute Karyono Wibowo menilai, kebijakan seperti ini menunjukkan kurangnya fokus pada prioritas utama kota Jakarta.
“Program ini terlihat seperti gagasan dadakan tanpa analisis mendalam. Tanpa aturan dan pelaksanaan yang jelas, kebijakan ini hanya akan menjadi bahan kritik,” ujar Karyono, melalui keterangan tertulis, Jumat (22/11/2024).
Ingin Kebijakan yang Fokus pada Kebutuhan Dasar
Warganet juga menuding program ini sebagai gimmick politik yang tidak membawa manfaat nyata.
“Jadi gubernur Jakarta cuma buat bikin proyek-proyek absurd yang nggak penting. Mending fokus ke transportasi, banjir, atau pendidikan,” tulis @WargaLama dengan tagar #JKTKagakRIDO.
Munculnya tagar ini menegaskan bahwa masyarakat Jakarta menginginkan kebijakan yang berfokus pada kebutuhan mendasar, bukan sekadar program yang terlihat baik di permukaan tetapi tidak membawa manfaat nyata.
Karyono menilai program tersebut terkesan tidak dirancang dengan matang. Tidak ada indikator yang jelas mengenai siapa yang berhak menerima bantuan.
Selain itu, jika program dilaksanakan justru memperburuk persepsi publik terhadap integritas pemerintah daerah. Kebijakan yang efektif adalah kebijakan yang didasarkan pada data, dirancang dengan matang, dan memiliki mekanisme pengawasan yang jelas.
Dengan semakin banyaknya tagar yang trending, jelas bahwa masyarakat Jakarta berharap adanya kebijakan yang lebih tepat sasaran untuk menyelesaikan berbagai masalah kota yang mendesak. Bukan sekadar program yang terlihat seperti janji politik belaka.