Jakarta
–
Utang pemerintah hingga 30 September 2024 mencapai Rp 8.473,90 triliun, naik Rp 11,97 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang senilai Rp 8.461,93 triliun. Kondisi ini terjadi di akhir era Presiden Joko Widodo (Jokowi), atau sebelum Presiden Prabowo Subianto dilantik.
Seiring jumlah utang yang naik, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga naik menjadi 38,55%. Bulan sebelumnya masih 38,49%.
“Rasio utang per akhir September 2024 yang sebesar 38,55% terhadap PDB, tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara,” tulis Kementerian Keuangan dalam Buku APBN KiTA, dikutip Senin (11/11/2024).
Dari total utang pemerintah per September 2024 yang sebesar Rp 8.473,90 triliun, mayoritas berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 7.483,09 triliun atau 88,31%. Sisanya 11,69% dari pinjaman senilai Rp 990,81 triliun.
Untuk utang yang berasal dari penerbitan SBN terdiri dari SBN Domestik senilai Rp 6.103,90 triliun dan SBN Valas sebesar Rp 1.379,19 triliun. Sedangkan pinjaman berasal dari pinjaman dalam negeri Rp 39,93 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 950,88 triliun.
Per akhir September 2024, kepemilikan SBN domestik didominasi oleh investor dalam negeri dengan porsi kepemilikan 85,3%. Sementara, asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,7% termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
“Lembaga keuangan domestik memegang kepemilikan SBN 41,4%, terdiri atas perbankan 19,5%, perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,7%, serta reksadana 3,2%,” tulis buku APBN KiTA.
(aid/ara)