Sri Mulyani Jadi Menkeu Lagi, Ekonomi Ragu Ada Badan Penerimaan Negera


Jakarta

Presiden Prabowo Subianto kembali memilih Sri Mulyani menempati posisi Menteri Keuangan di kabinetnya. Terpilihnya kembali Sri Mulyani, membuat sejumlah ekonom mempertanyakan nasib Badan Penerimaan Negara yang digembor-gemborkan tim Prabowo sebelumnya.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fadhil Hasan mengatakan penunjukkan Sri Mulyani yang menjabat sebagai Bendahara Negara, pembentukan Badan Penerimaan Negara tidak akan terealisasi. Padahal sejumlah program-program Prabowo membutuhkan anggaran besar. Badan Penerimaan Negara menjadi salah satu upaya menambah pendapatan negara.

“Anggaran tersebut datang dari Badan Penerimaan Negara yang meningkatkan tax ratio jadi 23%. Persoalannya adalah program pembentukan ini is dead now dengan dipilihnya Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan,” kata Fadhil dalam acara Diskusi Publik yang disiarkan secara daring, Selasa (22/10/2024).

Dia merasa pesimistis Sri Mulyani dapat meningkatkan pajak rasio. Sebab, selama menjabat kurang lebih 10 tahun sebagai Menkeu, dia belum mampu menaikkan pajak rasio menjadi minimal 12%.

“Itu tidak akan terlaksana, karena belum ada track-record Sri Mulyani dalam peningkatan tax ratio menjadi 12% misalnya. Sekarang kan 10%. Diharapkan itu bisa ditingkatkan dengan Badan Penerimaan Negara. Ini akan menjadi program yang ingin dijalankan Prabowo ini sulit tercapai dengan kabinet yang super gemuk ini,” jelasnya.

Senada, Ekonom Senior INDEF Nawir Messi mengatakan Badan Penerimaan Negara berkaitan dapat menaikka rasio pajak yang terus menurun selama beberapa tahun terakhir. Dia menilai sistem perpajakan saat ini ada kaitannya dengan turunnya kelas menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian.

Dia pun menyoroti kemampuan sosok Wakil Menteri (Wamen) yang digadang-gadang ditugasi untuk mengurus penerimaan negara. Dia akan menunggu gebrakan-gebrakan positif selama 6-12 bulan ke depan.

“Badan Penerimaan Negara yang semula kita harapkan ada badan yang dibentuk terpisah dengan keuangan penuh kemudian ditiadakan. Tentu pertanyaan kita adalah dengan skema yang sifatnya suboptimum seperti ini di mana penerimaan negara akan ditangani wakil menteri (wamen). Apakah figur Wamen ini cukup mampu menangani isu penerimaan negara ini, cukup memadai merespons persoalan terkait perpajakan dan bisa diselesaikan atau tidak,” kata Nawir.

Meski begitu, dia menilai sosok yang harus mengurusi penerimaan negara sebaiknya sosok yang garang. Sebab, sosok tersebut harus dapat mengubah rasio pajak menjadi lebih baik.

“Kalau teman-teman guyon kalau ngurus penerimaan itu orang-orang yang agak garang, ya setengah preman. Sepertinya kalau lihat seoarany bukan figur seperti itu yang diminta untuk tukang tagih pajak sehingga ada keraguan how rasio penerimaan bisa diimprove sehingga bisa menyelesaikan paling tidak persoalan penerimaan dari tahun ke tahun isu mendasar,” terangnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono pun buka suara terkait badan penerimaan negara yang tak kunjung dibentuk. Menurutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menjelaskan.

“Semua nanti akan kita jelaskan bersama-sama Bu Menteri di Kementerian Keuangan,” sebut Thomas sesaat sebelum dilantik di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (21/10/2024).

Di sisi lain, Sri Mulyani didampingi 3 Wakil Menteri (Wamen) Keuangan. Selain Thomas Djiwandono, ada Suahasil Nazara dan Anggito Abimanyu. Kabarnya, akan ada pembagian tugas di antara tiga Wamen tersebut, termasuk yang mengurus soal penerimaan. Soal pembagian tugas ini, Thomas tak mau bicara banyak.

“Nanti kita bicarakan,” sebutnya singkat.

(rrd/rrd)

Sumber : Detik Finance