Nusa Dua
–
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan Indonesia bisa ekspor hilirisasi rumput laut sebesar US$ 19 miliar atau setara Rp 303,71 triliun (kurs Rp 15.985) pada 2033. Potensi pasar yang besar dinilai membuat rumput laut menjadi masa depan Indonesia dan global.
“Menurut saya pada 2033 kita bisa mengekspor dari sini (rumput laut) US$ 19 miliar,” kata Luhut di Hotel Merusaka Nusa Dua, Bali, Rabu (22/5/2024).
Target itu seiring dengan besarnya pasar global rumput laut yang diproyeksikan mencapai US$ 7,79 miliar pada 2023 dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi US$ 19,66 miliar pada 2033, dengan rasio tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 9,7% antara 2023-2033.
“Karena rakyat kita 62% tinggal di pesisir yang menurut saya angka kemiskinan dan stunting juga cukup tinggi di sana, jadi dengan pemanenan rumput laut yang hanya 40 atau 35 hari saja, kita bisa melakukannya sepanjang tahun sehingga masyarakat bisa mempunyai kesempatan atau mendapatkan pekerjaan di kawasan pantai,” ucap Luhut.
Luhut menyebut saat ini proyek percontohan hilirisasi rumput laut berskala besar sedang dikembangkan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Terdapat 600.000 hektare (Ha) yang sudah siap ditanam.
“Jadi kita tinggal nanti laporkan, mudah-mudahan kita bisa mempersiapkan sehingga tahun ini juga sudah bisa kita mulai memakai yang 600.000 Ha yang di NTB. Belum lagi kita hitung di tempat lain,” ucapnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Firman Hidayat menerangkan program hilirisasi rumput laut ini menjadi salah satu fokus utama pemerintah. Ini sekaligus menjadi pilot project pertama di Indonesia dan bahkan di dunia.
Mengenai pengembangan rumput laut di Lombok, ia memastikan evaluasi secara komprehensif akan terus dilakukan.
“Kami juga akan lihat impact terhadap ekosistem. Dari informasi itu, kami bisa tentukan mana lokasi yang pas memenuhi 1,2 juta Ha. Sebisa mungkin di Lombok ini kami akan sosialisasi, akan kami evaluasi terus,” ujar dia.
Simak juga Video: Potensi ‘Emas Hijau’ Indonesia untuk Bahan Plastik Baru
(aid/kil)