Jakarta
–
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029 hari ini. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan tiga tantangan di sektor ekonomi yang harus diatasi Prabowo.
Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamdani mengatakan tantangan pertama yang dihadapi adalah tantangan fiskal yang mengalami tekanan. Menurutnya, belanja Anggaran Pendapatan Belanja Negara pada 2024 menyentuh angka Rp 3.613,1 triliun dan diproyeksikan ditopang oleh penerimaan negara yang prediksinya mencapai Rp 3.005,1 triliun. Artinya potensi defisit lebih dari Rp 600 triliun akan menjadi penambah utang negara.
“Termasuk juga problem fiskal dengan jatuh tempo utang sekitar Rp 800 triliun tahun 2025. Dengan kompleksitas fiskal yang ada, jajaran Kementerian Keuangan diharapkan mempunyai terobosan yang solutif,” kata Ajib dalam keterangannya, Minggu (20/10/2024).
Tantangan selanjutnya, yakni masih tingginya angka pengangguran. Dia menyebut tahun 2024 menunjukkan angka pengangguran sebesar 5,2%. Dia menilai pencapaian investasi yang selalu over target selama lima tahun terakhir tidak bisa menjadi solusi utama untuk lebih banyak menyerap tenaga kerja.
Bahkan terjadi paradoks, karena semakin banyak fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan angka rasio Incremental Output Ratio (ICOR) terus mengalami peningkatan. Hal ini menandakan investasi mengalami penurunan dalam kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Terakhir, permasalahan yang harus dihadapi Prabowo yakni kemiskinan. Dia mendorong pemerintah baru harus betul-betul mendorong kebijakan yang pro dengan pemerataan dan mendorong pengurangan angka kemiskinan.
Dengan lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) ditopang oleh konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi akan sustain apabila ingin memberantas kemiskinan.
Selain itu, daya beli masyarakat juga harus ditingkatkan. Data statistik tahun 2024 menunjukkan angka kemiskinan menyentuh 9,03% atau sekitar 25 juta orang. Di sisi lain, ada fakta menarik lain yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah, yaitu golongan masyarakat miskin yang menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Pusat BPJS lebih dari 96 juta orang.
“Artinya, pemerintah pun harus jeli dengan data awal sebagai pondasi kebijakan ke depannya. Masih banyak yang menjadi beban dengan ukuran masyarakat miskin ini, apakah 25 juta atau 96 juta orang,” tambahnya.
Menurutnya, Prabowo sudah memahami permasalahan dan tantangan ke depannya berkaitan dengan perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari program prioritas yang tercantum dalam Asta Cita, di mana dari delapan program unggulan, lima di antaranya tentang ekonomi. Meski begitu, dia menilai masih membutuhkan sebuah reformasi ekonomi struktural untuk bisa menjadi jalan keluarnya.
“Dibutuhkan serangkaian kebijakan yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor sektor ekonomi melalui perubahan fundamental dalam sistem ekonomi, regulasi dan infrastruktur. Hal ini bisa tercapai, ketika jajaran kabinetnya mau dan mampu menterjemahkan program presiden dalam kerangka reformasi struktural tersebut,” imbuh dia.
(kil/kil)