Pembelaan Kemenperin soal Tudingan Penyebab Kontainer Numpuk di Pelabuhan


Jakarta

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) angkat suara terkait dengan 26.415 kontainer yang menumpuk di pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Ditegaskan bahwa kondisi tersebut tidak terkait secara langsung dengan Kemenperin.

Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif. Adapun sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyinggung lambatnya proses penerbitan pertimbangan teknis (Pertek) oleh Kemenperin menjadi salah satu alasan penumpukan container tersebut.

“Terkait pernyataan Kemendag yang menyatakan penyebab adalah kendala persetujuan teknis sebagai syarat mendapatkan perizinan impor, Kemenperin tidak terkait langsung dengan penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan,” kata Febri, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Perindustrian, Senin (20/5/2024).

Febri menampik bahwa lamanya proses pertek menjadi penyebab dari penumpukan tersebut. Menurutnya, prosedur pengajuan pertek hanya membutuhkan waktu 5 hari. Prosesnya pun berjalan secara elektronik.

“Jadi kami tidak melama-lamakan proses sesuai peraturan yang telah diterapkan,” ujarnya.

Lebih lanjut ia pun merincikan, per 17 Mei 2024 Kemenperin menerima 3.338 permohonan Pertek untuk 10 komoditas. Dari 3.338 itu telah diterbitkan 1.755 Pertek, 11 permohonan ditolak dan 1.098 dikembalikan untuk dilengkapi persyaratannya atau sebesar 69,85%.

Sementara berdasarkan Rakor pada Kamis 16 Mei, diperoleh data menunjukkan perbedaan jumlah Pertek dan persetujuan impor yang diterbitkan Kemendag. Febri pun mencotohkan, dari total 1.086 Pertek yang diterbitkan untuk komoditas besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya, PI yang diterbitkan sejumlah 821 PI.

“Dari 1.086 hanya diterbitkan 821 oleh Kemendag. Volume gap kira-kira bisa mencapai 24.000 jumlah kontainer. Jadi ada Pertek Kemenperin, tapi PI belum diterbitkan Kemendag. Selisihnya itu bisa mencapai 24.000 jumlah kontainer. Jadi Pertek punya, tapi nggak punya PI,” tuturnya.

Kemenperin Tak Tahu Isi Kontainernya

Di samping itu, hingga saat ini Kemenperin juga belum mengetahui isi dari kontainer-kontainer tersebut. Dengan demikian, menurutnya belum dapat dipastikan apakah kondisi ini bernar-benar disebabkan oleh pertek dan lartas.

“Isinya sampai sekarang kami juga belum tahu. Apakah isinya bahan baku, produk hilir barang jadi, kami juga tidak tahu. Yang lebih tahu Bea Cukai,” kata dia.

Bahkan pada Rakor sebelumnya pun, Ditjen Bea Cukai juga menyampaikan informasi mengenai ketidaktahuannya, apakah kontainer tersebut dimiliki oleh perusahaan dengan Angka Pengenal Importir Umum atau Angka Pengenal Importir Produsen.

ia memastikan bahwa sejak kebijakan larangan terbatas (lartas) diberlakukan, tidak ada masalah rantai pasok bahan baku. Dalam hal ini, ia belum mendengar laporan ataupun keluhan dari pengusaha kesulitan bahan baku.

“Tidak ada industri yang mengeluhkan sejak lartas mereka kesulitan bahan baku, artinya lancar-lancar aja. Artinya bahan baku yang mereka impor tidak numpuk di Pelabuhan,” ujarnya.

Febri mengatakan, pihaknya terus mendorong kemudahan yang diperlukan untuk keberlangsungan industri dalam negeri, salah satunya adalah kemudahan mendapatkan bahan baku. Terhadap komoditas ini, pihaknya memastikan tidak ada hambatan bagi industri dalam negeri mendapatkan bahan baku, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor.

Sedangkan terhadap barang-barang jadi atau produk akhir yang langsung dapat dijual ke pasar dalam negeri, Kemenperin berharap untuk tetap dibatasi dan menyesuaikan dengan konsep Neraca Komoditas yang pada prinsipnya menyeimbangkan antara produksi dalam negeri dan produk impor.

“Kemenperin harus menjaga keseimbangan antara produksi dalam negeri dengan pasarnya. Kami tidak alergi dengan barang impor sepanjang barang-barang tersebut dibutuhkan di dalam negeri, sedangkan produksinya di dalam negeri tidak mencukupi. Dengan demikian, kebijakan Lartas diarahkan untuk tidak mengganggu industri dalam negeri,” pungkasnya.

(shc/rrd)

Sumber : Detik Finance