Jakarta
–
Penggunaan kendaraan listrik (EV) terus meningkat signifikan. Hal ini selaras dengan peningkatan produksi baterai EV yang diproyeksikan mencapai 8,8 ribu GWh pada tahun 2040 atau meningkat sebesar +19% dari 2040 – 2030 dan +7% dari 2030 – 2040.
Tren ini menyebabkan adanya hal-hal yang harus diperhatikan seperti pengamanan pasokan bahan baku sebagai komponen pembentuk baterai. Negara ASEAN, termasuk Indonesia, memiliki posisi yang kuat dalam hal potensi bahan baku sebagai komponen pembentuk baterai seperti nikel, bauksit dan timah.
Reynaldi Istanto, Direktur Hubungan Kelembagaan Indonesia Battery Corporation (IBC) menyatakan bahwa potensi ini adalah potensi regional yang dapat dikembangkan bersama. Caranya melalui kolaborasi yang secara signifikan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi teknologi, serta berkontribusi pada transisi global menuju solusi energi yang berkelanjutan.
Sehingga, kata dia, terdapat fokus keberlanjutan yang perlu diperhatikan untuk mendukung implementasi kerja sama regional, antara lain:
1. Bidang Industri yang berfokus pada pengembangan berdasarkan potensi terkuat ASEAN yaitu bahan baterai berbasis nikel
2. Bidang rantai pasokan yang berfokus pada pengembangan hilirisasi bahan baku dan produksi bersama bahan baterai lainnya
3. Bidang bisnis yang berfokus pada pengembangan industri baterai terintegrasi mulai dari penambangan, peleburan/pemurnian, PCAM, baterai, hingga fasilitas manufaktur EV.
Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan proses produksi industri baterai yang terintegrasi, dari hulu ke hilir, untuk nikel dan pengolahan material baterai penting lainnya. Oleh karena itu, IBC didirikan pada tahun 2021 untuk menjadi pemain kunci pada pengolahan hilir bahan baku baterai, dimulai dengan nikel yang kemudian akan merambah ke pengolahan material lainnya seperti mangan dan kobalt.
Posisi IBC pada tahun 2030 diproyeksikan menjadi perusahaan yang bergerak pada ekosistem EV dan baterai global. Pengembangan proyek-proyek IBC juga mencakup inisiatif untuk menciptakan dan mempercepat adopsi kendaraan listrik (EV) dan sistem penyimpanan energi (ESS), memastikan bahwa pasar Indonesia dapat menyerap kegiatan hilirisasi yang dihasilkan dari sumber daya bahan baku.
“Untuk membangun ekosistem rantai terintegrasi ini, IBC telah membentuk berbagai kolaborasi dengan mitra global dan tetap terbuka untuk kemitraan lebih lanjut dengan pemain ASEAN. Kolaborasi ini sangat penting untuk memperkuat ekosistem EV regional,” kata Reynaldi dalam keterangan tertulis, Minggu (25/8/2024).
Dengan keunggulan Indonesia dalam baterai berbasis NMC, fasilitas produksi IBC berada pada posisi yang baik untuk melayani permintaan pasar ASEAN. Ia menyebut inilah komitmen yang dibawa IBC untuk memajukan energi terbarukan di Asia Tenggara.
(kil/kil)